Kalander menyebut Lebaran 1939 akan jatuh pada Selasa, 14 November 1939. Segala persiapan pun dilakikan untuk Lebaran 14 November 1939. Tapi, Lebaran ternyata datang leih dulu.
Oohya! Baca juga ya:
Pengumuman Hari Lebaran Dianggap Mendadak, Koran tidak Libur pada Lebaran 1932
Jokowi Halal Bihalal dengan Ketum Parpol Pendukung, Sukarno dengan Korps Diplomatik, DPR dengan P3
Ini Foto-fotonya. Dikritik oleh Komunis, Halal Bihalal Tetap Diadakan oleh Presiden hingga PWI
Pilih Open House, Gelar Griya, atau Jeblak Rumah?
Pengamatan hilal yang dilakukan oleh penghulu Semarang pada Ahad, 12 November 1939, menunjukkan adanya hilal. Maka, Ahad malam pun segera diumumkan bahwa Lebaran jatuh pada Senin, 13 Desember 1939. Inilah yang disebut Lebaran Kebrojolan. Lebaran lahir mendahului waktu yang diperhitungkan.
Ketia penghulu, ketib, pengurus masjid, melihat bulan di Makamdowo. Hasil pengamatan itu kemudian dilaporkan kepada bupati dan patih. Pejabat-pejabat pun dikerahkan untuk mengumukan kepada masyarakat di kampung masing-masing.
“Bisa dibayangkan kehebohan yang ditimbulkan dari pengumuman ini di kampung-kampung,” tulis De Locomotief. Setelah pengumuman, petasan pun dibakar di halaman masjid dan halaman rumah warga, menyambut datangnya Lebaran. Bedug masjid dipukul bertalu-talu. Kumandang takbir menggema malam itu. Karena kebrojolan, banyak Muslim yang tidak mendapatkan informasi mengenai Lebaran ini, sehingga mereka tidak ikut merayakan malam Lebaran pada Minggu malam. Mereka tetap akan merayakan malam Lebaran pada Senin malam.
Pada Ahad malam itu, panitia Lebaran segera mengadakan halal bihalal di Gedung Sobokirti, dengan persiapan seadanya. Yang datang saling bersalaman menyampaikan permintaan maaf.
Senin pagi, Muhammadiyah mengadakan Shalat Id di halaman stadion. Di Masjid Agung dekat alun-alun Semarang, juga diadakan Shalat Id, tetapi tidak banyak jamaahnya. “Ada ribuan orang yang tidak tahu bahwa shalat harus dilakukan pagi itu juga,” tulis De Locomotief.
Dalam laporannya, Locomotief tidak menyebut “Sembayang Lebaran”, melainkan menuliskannya sebagai “Solat Ied”. Rupanya, kata solat sudah dikenal di tahun 1939, tetapi dalam keseharian kalah penggunaannya dengan “sembahyang”.
Ma Roejan