REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ikut mendukung rencana Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi 194 ribu warga yang tak lagi berdomisili di Jakarta. Pasalnya, hal itu dapat melanggengkan pemberian bantuan sosial yang lebih tepat sasaran kepada warga.
Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, August Hamonangan mengatakan, wacana penonaktifan NIK KTP yang bakal direalisasikan pada Maret 2024 tersebut perlu didukung. Alasan terpenting tidak lain agar program Pemprov DKI Jakarta lebih tepat sasaran, terutama bantuan-bantuan yang diberikan untuk warga DKI Jakarta.
"Alasan utama penonaktifan haruslah supaya pemberian program dan bansos tepat sasaran untuk warga DKI yang tidak mampu, juga tepat sasaran kepada warga yang turut serta berkontribusi membangun kota Jakarta dengan membayar pajak dan bertempat tinggal di Jakarta," kata August dalam keterangannya, Jumat (5/5/2023).
Hal itu berkaca dari apa yang ditelaah oleh August. Dia menjelaskan, dalam praktek sebelumnya, banyak bansos ataupun program Pemprov yang tidak tepat sasaran lantaran diberikan pada mereka yang tidak berdomisili di DKI Jakarta.
"Kami mendukung wacana itu, artinya anggaran yang kami setujui seringkali dikeluhkan kurang, terutama dalam memberikan bantuan sosial, yang nyatanya tidak tepat sasaran,\" tegas dia.
Namun, August meminta Disdukcapil DKI Jakarta agar memerhatikan jangka waktu orang tersebut yang tidak tinggal di Jakarta. Bisa saja, sambungnya, orang tersebut ke luar kota untuk bekerja dan akan kembali ke Jakarta suatu hari nanti.
"Orang-orang yang akan dinonaktifkan NIK-nya harus diberikan notifikasi entah melalui SMS atau melalui perangkat RT RW di daerah tempat dia tinggal sekarang agar tidak terjadi kesalahpamahaman," tutur dia.
Sebelumnya diketahui, Disdukcapil DKI Jakarta akan menonaktifkan sekitar 194 ribu KTP warga Jakarta yang tidak lagi tinggal di Jakarta. Hal itu seiring dengan tingkat kepadatan penduduk di Ibu Kota yang dinilai tidak terkendali.
"Ini merupakan upaya penertiban administrasi kependudukan dimana penduduk ber-KTP DKI Jakarta harus secara de facto tinggal di wilayah DKI Jakarta. Kepadatan penduduk saat ini sudah tidak terkendali yang berdampak pada masalah sosial, terutama pada sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, pengangguran/tenaga kerja, dan lingkungan," kata Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin saat dikonfirmasi, Rabu (3/5/2023).
Kebijakan ini dilakukan sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Untuk menjalankan aturan hukum tersebut, diterbitkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta Nomor 80 Tahun 2023 tentang Pedoman Penonaktifan dan Pengaktifan Kembali Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Budi menjelaskan, dengan penertiban administrasi kependudukan, pemberian bantuan sosial kepada warga pun dapat lebih tepat sasaran dan akurat.
"Berdasarkan data awal, ada sebanyak 194 ribu data penduduk KTP DKI Jakarta yang sudah tidak tinggal di wilayah DKI Jakarta dan angkanya akan terus berkembang. Data ini didapatkan berdasarkan hasil temuan di lapangan dan laporan RT/RW selama beberapa tahun terakhir. Setelah itu, RT/RW akan memverifikasi kembali hasil pencocokan dan penelitian di lapangan," ungkapnya. Eva Rianti