REPUBLIKA.CO.ID, ASWAN -- Dua jenderal Sudan yang bertikai di Sudan mengirim utusannya ke Arab Saudi pada Jumat (5/5/2023). Mereka mencoba menghidupkan pembicaraan yang bertujuan memperkuat gencatan senjata setelah tiga minggu pertempuran sengit.
Negosiasi tersebut akan menjadi yang pertama sejak bentrokan pecah pada 15 April. Pertarungan sedang berlangsung antara militer Sudan yang dipimpin oleh Jenderal Abdel-Fattah Burhan dengan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo
Menurut dua pejabat senior militer dan satu dari saingan paramiliter, pembicaraan akan dimulai di kota pesisir Jeddah pada Sabtu (6/5/2023), Kegiatan ini menyusul upaya bersama oleh Riyad dan kekuatan internasional lainnya untuk menekan pihak yang bertikai ke meja perundingan.
Pejabat RSF mengatakan pejabat Saudi dan Amerika Serikat (AS) akan memfasilitasi pembicaraan. Dia mengatakan, mereka juga akan membahas mekanisme untuk memantau gencatan senjata dan mengkonfirmasi bahwa delegasi RSF telah berangkat ke Jeddah.
Militer Sudan juga kemudian delegasinya berangkat ke Saudi. Sumber dari militer pun mengatakan, pembicaraan akan membahas rincian gencatan senjata, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Ketiga pejabat tersebut berbicara kepada //Associated Press// dengan syarat anonim untuk membahas pembicaraan damai yang akan datang. Tidak ada kerangka waktu yang diberikan untuk lamanya pembicaraan.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membahas inisiatif tersebut dalam panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan. Menurut Kementerian Luar Negeri Saudi, inisiatif itu bertujuan untuk mempersiapkan landasan bagi dialog.
Perbincangan tersebut diharapkan mengurangi ketegangan di negara Afrika itu. Kedua diplomat senior itu menegaskan kerja sama intensif negara mereka dalam pekerjaan diplomatik untuk mengakhiri pertempuran di Sudan.
Utusan PBB di Sudan Volker Perthes memuji langkah tersebut sebagai tanda positif. Namun dia memperingatkan tentang harapan yang tinggi dari pertemuan tersebut.
“Ini pertanda positif, pertanda semakin realistis, menyadari bahwa tidak akan ada kemenangan yang mudah atau cepat. Namun, kami perlu menyadari bahwa ini adalah pertemuan pertama," ujar Perthes dari Port Sudan.
Perthes menyatakan, pertemuan itu mungkin bersifat eksplorasi daripada konkret. Dia menyatakan, untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng akan membutuhkan lebih dari satu pertemuan.
Pertempuran untuk menguasai Sudan telah mengakhiri ketegangan selama berbulan-bulan antara Burhan dan Dagalo. Sejauh ini, menurut data Kementerian Kesehatan Sudan, pertempuran itu telah menewaskan sedikitnya 550 orang, termasuk warga sipil, dan melukai lebih dari 4.900 orang.
Sindikat Dokter Sudan yang hanya melacak korban sipil mengatakan, 473 warga sipil meninggal dalam kekerasan itu dan lebih dari 2.450 lainnya terluka. Sedangkan juru bicara badan anak-anak PBB, James Elder mengatakan, sedikitnya 190 anak tewas dan 1.700 terluka dalam pertempuran itu.
"Ini berarti bahwa setiap satu jam, ada tujuh anak laki-laki atau perempuan ... terbunuh atau terluka. Saya pikir ini menggarisbawahi betapa dahsyatnya kekerasan ini," kata Elder.
Pertempuran telah mengubah ibu kota Sudan, Khartoum, dan daerah perkotaan lainnya menjadi medan perang. Bentrokan yang tidak berhenti ini mendorong ratusan ribu orang meninggalkan rumahnya.
Ada kekhawatiran yang meningkat bagi mereka yang terjebak dan terlantar akibat pertempuran. Pekerja bantuan serta warga sipil mengatakan, ada kekurangan layanan dasar, perawatan medis, makanan, dan air.
Pemerintah asing bergegas mengevakuasi diplomatnya dan ribuan warga negara asing dari Sudan. Kapal perang Saudi telah mengangkut orang-orang yang melarikan diri dari Port Sudan, di pantai Laut Merah Sudan, yang kini menjadi pusat masuknya bantuan yang dikirim ke negara yang diperangi itu.
Serangkaian gencatan senjata yang rapuh dan sering dilanggar selama tiga minggu terakhir gagal menghentikan pertempuran. Pertempuran sengit pun tetap berkecamuk di daerah sekitar markas militer dan bandara internasional di Khartoum pada Jumat.