REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan periode 25 tahun pertama Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimulai dengan gagasan menarik lewat peningkatan value creation.
Toto menyampaikan rencana merampingkan jumlah BUMN tapi punya daya saing besar, telah dicanangkan sejak era Menteri BUMN pertama, Tanri Abeng pada 1990-2000. "Dalam dokumen masterplan BUMN pada 1999/2000, caranya melalui restrukturisasi BUMN menjadi beberapa holding company," ujar Toto saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Namun, lanjut Toto, implementasi di lapangan tidak semudah kenyataan. Hal ini tak lepas dari perubahan roda pemerintahan yang membuat langkah pembentukan holding menjadi sulit terealisasi.
"Implementasinya agak terseok karena presiden datang silih berganti dan fokus pada masterplan BUMN tidak dijalankan dengan disiplin," ucap Toto.
Toto menyampaikan, gagasan percepatan daya saing BUMN lewat pembentukan holding company lebih dipercepat pada era Rini Soemarno dan Erick Thohir. Toto menyampaikan akselerasi pembentukan holding diharapkan dapat segera mengurangi kondisi pareto BUMN, yang mana hanya sedikit BUMN yang mempunyai kontribusi besar bagi negara.
Toto mengatakan sejumlah holding company terbukti sudah menunjukan efektivitas dalam penciptaan nilai yang meningkat. Misalnya, holding Semen Indonesia, holding pertambangan MIND ID, hingga holding Ultra Mikro.
"Namun beberapa holding lainnya masih jalan di tempat, bahkan sebagian ada yang merugi. Artinya perlu perbaikan mekanisme kerja sehingga value creation holding BUMN bisa segera terealisasi," kata Toto menambahkan.