REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Zainur Mashir Ramadhan, Bayu Adji Prihamdana
DPR telah menetapkan rancangan undang-undang (RUU) tentang kesehatan menjadi usul inisiatifnya. RUU tersebut nantinya akan menggunakan metode omnibus law seperti yang dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam draf yang diterima Republika, RUU Kesehatan akan mencabut 10 peraturan perundang-undangan setelah DPR mengesahkannya menjadi undang-undang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 474 draf RUU Omnibus Kesehatan tersebut.
Ke-10 undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 terkait Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Lalu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.
Selanjutnya dalam Pasal 475 draf RUU Kesehatan, saat undang-undang tersebut berlaku, organisasi profesi yang telah berbadan hukum sebelum berlakunya undang-undang ini tetap diakui keberadaannya. Sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
"Dan harus menyesuaikan dengan ketentuan undang-undang ini dalam jangka waktu paling lama satu tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan," bunyi Pasal 475 tersebut.
Selanjutnya, peraturan pelaksanaan dari RUU Kesehatan harus ditetapkan paling lama dua tahun terhitung sejak undang-undang tersebut diundangkan.
Enam transformasi
Pada awal April 2023, pemerintah resmi menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kesehatan yang akan menggunakan metode omnibus law. Ada 3.020 DIM yang diserahkan pemerintah kepada Komisi IX DPR.
"Kemenkes sudah partisipasi publik masif 13-31 maret, 6.011 masukan, 75 persen ditindaklanjuti. Salah satu contoh kita bertemu IDI," ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja dengan Komisi IX, Rabu (5/4/2023).
Dia menjelaskan, ada enam pilar dari RUU Kesehatan tersebut. Pertama adalah transformasi layanan primer. Di mana RUU Kesehatan akan menciptakan layanan kesehatan yang berfokus pada upaya mencegah orang sehat menjadi sakit.
Pilar kedua adalah transformasi layanan rujukan. RUU Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law itu akan mempermudah masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas.
Ketiga, transformasi sistem ketahanan kesehatan. RUU Kesehatan akan meningkatkan kemandirian nasional di sektor farmasi dan alat kesehatan. Lewat RUU tersebut, pemerintah akan memfasilitasi infrastruktur, suprastruktur, SDM, anggaran, regulasi, dan kemudahan perizinan untuk riset dan transfer teknologi.
Dalam pilar ketiga ini, RUU Kesehatan juga akan meningkatkan ketahanan dalam menghadapi krisis kesehatan pada masa kini dan yang akan datang. Salah satunya dengan penyiapan upaya kesiapsiagaan pra-bencana, surveilans, pengendalian risiko, dan tindakan penanggulangan.
Pilar keempat, transformasi sistem pembiayaan kesehatan. Ia menyebut, RUU Kesehatan akan meningkatkan efisiensi pembiayaan kesehatan dengan menerapkan perencanaan berbasis kinerja.
"Dengan mempertimbangkan prioritas pembangunan kesehatan dan penyelesaian masalah kesehatan," ujar Budi.
Pilar selanjutnya, terkait dengan sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan. RUU omnibus Kesehatan akan meningkatkan produksi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang berkualitas.
Terakhir adalah transformasi teknologi kesehatan. Ia menjelaskan, RUU Kesehatan akan mewujudkan digitalisasi sistem kesehatan dan meningkatkan inovasi teknologi kesehatan.
"Pemerintah sangat mendukung inisiatif RUU Kesehatan, karena ini sejalan transformasi sistem kesehatan Indonesia, terdiri enam pilar," ujar Budi.