REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Stefanus Roy Rening diduga melakukan tindakan sebagai bentuk perintangan penyidikan saat mendampingi Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Salah satunya, yakni dia mempengaruhi saksi agar mereka tidak hadir memenuhi panggilan penyidik.
"Diduga SRR dengan iktikad tidak baik dan menggunakan cara-cara melanggar hukum melakukan perbuatan di antaranya menyusun rangkaian skenario berupa memberikan saran dan mempengaruhi beberapa pihak yang akan dipanggil sebagai saksi," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Kemudian, Roy diduga memerintahkan orang lain yang menjadi saksi pada kasus Lukas Enembe untuk membuat testimoni tidak benar. Tujuannya, untuk membangun opini publik agar sangkaan yang ditujukan KPK terhadap Lukas dinarasikan sebagai kekeliruan.
"Terlebih diduga penyusunan testimoni dilakukan di tempat ibadah agar meyakinkan dan menarik simpati masyarakat Papua yang dapat berpotensi menimbulkan konflik," ungkap Ghufron.
Selain itu, Roy juga diduga menyarankan dan mempengaruhi saksi lain agar tidak mengembalikan uang atas dugaan hasil korupsi yang sedang diselesaikan KPK. "Ada orang yang akan memberikan pengembalian ke KPK sejumlah beberapa miliar gitu, itu dihalangi, disarankan untuk tidak (mengembalikan)," ujar dia.
Atas saran dan pengaruh Roy tersebut, pihak-pihak yang dipanggil KPK secara patut dan sah menurut hukum sebagai saksi menjadi tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Kemudian, tindakan Roy juga membuat proses penyidikan yang dilakukan tim penyidik KPK secara langsung maupun tidak langsung menjadi terhambat.
Ghufron menjelaskan, perintangan penyidikan ini dilakukan Roy sejak KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka. Keduanya sudah saling kenal sejak 2006, ketika Lukas maju dalam Pilkada sebagai Gubernur Papua.
"LE menunjuk tim penasihat hukum yang berdasarkan surat kuasa disebutkan SRR ditunjuk sebagai ketua tim kuasa hukum yang akan mendampingi selama proses hukum berlangsung di KPK," jelas Ghufron.
Atas perbuatannya, Roy disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.