Senin 15 May 2023 15:10 WIB

Israel Imbau Negara Anggota PBB tidak Hadiri Peringatan Hari Nakba

Hari Nakba mengacu pada pembersihan etnis Palestina pada 1948.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
 Pendukung Palestina berbaris menuju Gedung Parlemen selama rapat umum menjelang Hari Al-Nakba (Bencana), di Melbourne, Australia, Sabtu (13/5/2023).
Foto: EPA-EFE/DIEGO FEDELE
Pendukung Palestina berbaris menuju Gedung Parlemen selama rapat umum menjelang Hari Al-Nakba (Bencana), di Melbourne, Australia, Sabtu (13/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Gilad Erdan mengimbau negara-negara anggota untuk tidak menghadiri acara Hari Nakba. Menurut dia, kehadiran pada acara Hari Nakba di PBB hanya akan meningkatkan ketegangan antara Israel dan Palestina.

Erdan menyampaikan peringatan itu kepada negara-negara anggota PBB dalam surat yang dikirim pada Ahad (14/5/2023). Erdan mengatakan bahwa dia berupaya untuk memastikan negara-negara anggota memahami bahwa menghadiri acara Hari Nakba berarti menghancurkan setiap peluang perdamaian. Bahkan, Erdan menyebut Hari Nakba sebagai peringatan yang tercela.

Baca Juga

"Menghadiri acara tersebut berarti mengadopsi narasi Palestina yang menyebut negara Israel sebagai bencana sambil mengabaikan kebencian, hasutan, teror, dan penolakan Palestina untuk menerima legitimasi negara Yahudi,” kata Erdan.

Nakba diambil dari bahasa Arab yang berarti malapetaka. Hari Nakba diperingati setiap tanggal 15 Mei, yang mengacu pada pembersihan etnis Palestina pada 1948.

Setelah mendapatkan dukungan dari Pemerintah Inggris untuk membentuk negara Yahudi di Palestina pada 14 Mei 1948, pasukan Zionis mengumumkan pendirian negara Israel, yang memicu perang Arab-Israel pertama.  

Pasukan militer Zionis mengusir setidaknya 750.000 warga Palestina dari rumah dan tanah mereka dan merebut 78 persen wilayah bersejarah Palestina. Sementara 22 persen sisanya dibagi menjadi wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza yang terkepung.

Pertempuran berlanjut hingga Januari 1949 ketika perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Mesir, Lebanon, Yordania, dan Suriah dibuat. Garis Gencatan Senjata 1949 atau dikenal sebagai Garis Hijau merupakan batas yang diakui secara umum antara Israel dan Tepi Barat.

Garis Hijau juga disebut sebagai perbatasan sebelum 1967, tepatnya sebelum Israel menduduki sisa wilayah Palestina selama perang pada Juni 1967.

Dilansir dari Aljazirah, antara 1947 dan 1949, pasukan militer Zionis menyerang kota-kota besar Palestina dan menghancurkan sekitar 530 desa. Sekitar 15.000 warga Palestina tewas dalam serangkaian kekejaman massal, termasuk puluhan pembantaian.

Pada 9 April 1948, pasukan Zionis melakukan salah satu pembantaian perang yang paling terkenal di Desa Deir Yassin di pinggiran barat Yerusalem. Lebih dari 110 pria, wanita dan anak-anak dibunuh oleh anggota milisi Irgun dan Stern Gang Zionis.

Peneliti Palestina Salman Abu Sitta mendokumentasikan catatan terperinci tentang apa yang terjadi pada 530 desa ini bukunya yang berjudul The Atlas of Palestine. Banyak warga Palestina yang mengungsi setelah penumpasan oleh pasukan Zionis.

Dilaporkan The Jerusalem Post, Ahad (14/5/2023), sumber diplomatik mengatakan, Amerika Serikat (AS) dan Inggris tidak berencana untuk ambil bagian dalam acara peringatan Hari Nakba di Markas Besar PBB. Erdan mengatakan, beberapa negara anggota lainnya dikonfirmasi akan mengikuti peringatan Hari Nakba. 

Dalam suratnya, Erdan menyatakan bahwa pada 14 Mei 1948 Negara Israel menyatakan pendiriannya sejalan dengan Rencana Pemisahan 1947 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Negara-negara Arab, termasuk orang-orang Palestina yang tinggal di Israel, menolak Rencana Pemisahan itu. Setelah deklarasi kemerdekaan Israel, lima tentara Arab menyerbu Israel untuk melenyapkan negara yang baru lahir tersebut.

“Pemikiran bahwa sebuah organisasi internasional dapat menandai pembentukan salah satu negara anggotanya sebagai bencana atau malapetaka adalah hal yang mengerikan dan menjijikkan,” tulis Erdan dalam suratnya.

“Peristiwa ini adalah upaya terang-terangan untuk mendistorsi sejarah, mengabaikan fakta bahwa mereka yang menyebut diri mereka sebagai korban sebenarnya adalah agresor yang memulai perang lima front terhadap negara Israel yang baru didirikan. Pemalsuan yang mengerikan ini tidak boleh dimaafkan dengan cara apa pun," kata Erdan.

Erdan mengatakan, mendukung sifat sepihak dari narasi peringatan Hari Nakba yang melukiskan Israel sebagai sumber segala kejahatan, dan akar dari semua masalah Palestina tidak akan mengakhiri konflik, tetapi hanya akan mengobarkan ketegangan. Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas diperkirakan akan berpidato dalam acara peringatan Hari Nakba pada 15 Mei di PBB, bersama dengan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian Rosemary A DiCarlo, Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini, perwakilan LSM dan lainnya.

Pidato akan berlangsung selama sesi pagi yang diadakan oleh Komite PBB tentang Pelaksanaan Hak-Hak Rakyat Palestina yang tidak dapat dicabut. Sedangkan, acara peringatan dengan musik, video, dan kesaksian pribadi akan diadakan di aula UNGA pada pukul 6 sore waktu setempat.

Pelaksanaan peringatan Hari Nakba di PBB telah melalui pemungutan suara pada November 2022 sebagai bagian dari paket tahunan resolusi PBB yang mendukung Palestina. Sembilan puluh negara, memilih untuk memperingati Nakba. Tetapi, hanya 30 negara yang menentang. LSM Yahudi B'nai Brith International mengedarkan petisi yang meminta pejabat dari negara anggota PBB untuk tidak menghadiri acara tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement