REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Kao Kim Hourn menyatakan Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan senilai 1,01 miliar dolar AS (hampir Rp 15 triliun) hingga akhir 2024.
Angka tersebut diperoleh berdasarkan hasil kajian bersama dari tim yang dipimpin Pusat Bantuan ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan (AHA Centre) di sejumlah wilayah dan negara bagian yang dinilai rentan dan membutuhkan bantuan di Myanmar.
"Kami menemukan orang-orang yang terdampak situasi di Myanmar dan mereka jelas membutuhkan bantuan," ujar Kao usai pengarahan kepada perwakilan-perwakilan negara asing di Jakarta, Senin (15/5/2023), mengenai hasil KTT ke-42 ASEAN.
Bantuan yang dibutuhkan bagi rakyat Myanmar yang terdampak konflik yang dipicu kudeta oleh militer terhadap pemerintah terpilih negara itu antara lain akses ke fasilitas kesehatan, makanan, air bersih, sanitasi, dan tempat perlindungan.
Guna merespons temuan tim AHA Centre, ujar Kao, ASEAN akan mengadakan pertemuan regional untuk memobilisasi sumber daya bantuan bagi rakyat Myanmar yang terdampak konflik.
"Para pemimpin (ASEAN) telah sepakat akan terus memberikan bantuan kemanusiaan kepada orang-orang (Myanmar) yang terdampak," ujar dia, yang mengatakan bahwa hingga akhir 2023 Myanmar membutuhkan sekitar 18,8 juta dolar AS (sekitar Rp 278,6 miliar).
Lebih lanjut Kao menegaskan pentingnya keamanan dan jaminan keselamatan bagi tim AHA Centre dalam distribusi bantuan, mengacu pada serangan yang dilancarkan terhadap konvoi tim pengirim bantuan di Myanmar pekan lalu.
"Para pemimpin (ASEAN) telah mengutuk serangan tersebut, dan pada saat yang sama kami perlu bekerja sama dengan otoritas terkait untuk memastikan keselamatan dan keamanan tim bantuan kemanusiaan," ujar dia.
Kao menjelaskan bahwa para pemimpin ASEAN menegaskan untuk terus melakukan pendekatan dengan Myanmar, dengan menggunakan Konsensus Lima Poin sebagai acuan. Meskipun hingga saat ini belum ada kemajuan dalam implementasi konsensus tersebut, Kao menegaskan bahwa Konsensus Lima Poin yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN dan petinggi junta Myanmar, bukanlah kegagalan.
"Konsensus Lima Poin bukanlah kegagalan, karena itu konsensus yang disepakati para pemimpin, tetapi dibutuhkan kemauan dari Myanmar untuk mengimplementasikan konsensus itu," tutur dia.