REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---PT Manulife Aset Manajemen Indonesia melihat kondisi makroekonomi Indonesia berada pada posisi yang kuat dalam menghadapi risiko resesi ekonomi Amerika Serikat (AS).
''Berlawanan dengan kondisi AS yang melemah, Indonesia sedang dalam kondisi pemulihan ekonomi seiring pembukaan kembali ekonomi,'' kata Senior Portfolio Manager Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Samuel Kesuma dalam keterangannya di Jakarta.
Samuel mengatakan beberapa indikator ekonomi menunjukkan momentum pemulihan, seperti penjualan ritel, penjualan otomotif, dan aktivitas manufaktur.
Selain itu, ekonomi Indonesia juga ditopang oleh pemulihan ekonomi China yang merupakan negara mitra dagang terbesar. Ekspor Indonesia ke China mencapai 25 persen dari total ekspor, lebih besar dari ekspor ke Amerika yang berada di kisaran 9 persen.
Dengan membaiknya perekonomian China, permintaan China diharapkan meningkat sehingga dapat memitigasi risiko melambatnya permintaan dari kawasan negara maju.
Samuel melanjutkan, kondisi ekonomi Indonesia yang stabil juga menjadi faktor positif bagi arus dana asing, yang sepanjang tahun ini mencatat pembelian bersih di pasar saham dan obligasi Indonesia. Kondisi tersebut berdampak pada pengurangan risiko defisit bagi neraca pembayaran Indonesia.
Sejalan dengan itu, Manulife melihat momentum pendapatan (earnings) emiten tetap positif pada kuartal I-2023. Momentum positif tersebut didukung oleh perbaikan aktivitas ekonomi, khususnya pada periode Lebaran yang memberikan pertumbuhan penjualan eceran sebesar 7 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Manulife meyakini pertumbuhan ekonomi yang resilien akan menjadi katalis bagi pertumbuhan pendapatan emiten tahun ini. ''Kami memperkirakan pertumbuhan earnings 6 persen untuk tahun ini. Angka yang tidak terlihat fantastis, namun apabila sektor komoditas dikesampingkan dalam perhitungan, masih banyak sektor lain yang dapat mencatat pertumbuhan earnings di atas 10 persen tahun ini,'' ujar Samuel.