Jumat 19 May 2023 22:05 WIB

Ada Makanan Berbentuk Penis dan Vagina di Bali, Halalkah Dimakan?

Ketentuan makanan dalam Islam tak hanya halal saja, tapi juga harus tayib.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Qommarria Rostanti
Larangan untuk mengonsumsi makanan yang nyeleneh (ilustrasi). Bagi umat Islam, ketentuan terhadap makanan tidak hanya halal tapi juga harus thayyib dan adab.
Foto: www.freepik.com
Larangan untuk mengonsumsi makanan yang nyeleneh (ilustrasi). Bagi umat Islam, ketentuan terhadap makanan tidak hanya halal tapi juga harus thayyib dan adab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini ada begitu banyak kreasi makanan di dunia kuliner. Beberapa makanan memiliki bentuk dan tampilan yang kurang pantas dan nyeleneh. Salah satunya yaitu camilan waffle berbentuk alat kelamin pria dan wanita yang dijual di restoran bernama Mr & Mrs D*** yang terletak di Bali.

Tak hanya nama kedai dan bentuk makanannya yang nyeleneh, nama-nama menunya pun vulgar. Pertanyaannya, bagaimana hukum makan makanan berbentuk nyeleneh, seperti alat kelamin, dalam Islam?

Baca Juga

Founder Halal Corner dan director Halal Corner Consulting Aisha Maharani mengatakan, bagi umat Islam, makan itu ketentuannya tidak hanya halal, tetapi juga tayib (baik) dan adab. “Kalau bentuknya seperti itu, (makanan) itu tak memenuhi adab,” kata Aisha kepada Republika.co.id, Selasa (16/5/2023).

Jangankan dalam hal bentuk, Aisha mengatakan, makanan tidak boleh dicela dengan nama yang tidak pantas. Hal itu yang membuat aturan standar halal tidak memperbolahkan ada nama produk yang mengandung sesuatu yang dibenci Allah SWT atau mengandung unsur haram.

“Kalau nama saja enggak boleh (dicela) maka bentuk enggak boleh aneh-aneh. Itu yang jadi kewajiban Muslim bukan sekadar halal saja, tapi tayib dan adab,” ujar Aisha.

Meskipun bisa saja menjadi tren, Aisha menyarankan Muslim tak perlu ikut-ikutan mencicipinya demi FOMO (fear of missing out) semata. “Kalau orang Muslim waras, nggak akan seperti itu (coba-coba),” kata dia.

Jika membahas dalam Islam, Aisha mengatakan apa yang dilakukan seorang Muslim harus mendapatkan ridha Allah SWT. “Karena hidup bukan hanya having fun, ngikutin FOMO. Kalau FOMO-nya ternyata tidak berkenan atau membuat Allah murka, jadi susah sendiri,” ujarnya.

Aisha mengingatkan, manusia hidup tidak hanya di dunia, tetapi juga akhirat untuk mempertanggungjawabkan perbuatan. Pertanggungjawaban itu memiliki panduannya, yaitu syariah. Dalam hal makan, maka makanan itu wajib halal, tayib, dan adab.

“Rasulullah SAW sudah mengatur cara makan yang baik,” kata Aisha.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement