REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mendapat kuota tambahan haji 1444 H/2023 M sebanyak 8.000 orang. Terkait tambahan ini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyebut ada baiknya kuota ini diberikan kepada jamaah yang sudah siap.
"Saya setuju, sepanjang masih bisa ditalangi dimasukkan ke jamaah reguler untuk yang mendampingi lansia, mahram dan disabilitas dan pendampinganya. Selain itu, sudahlah supaya tidak terlalu rumit, kita berikan ke haji khusus yang sudah siap dan ini jadi keputusan kita di tahun-tahun berikutnya," ujar dia dalam agenda RDP bersama Kementerian Agama, Senin (22/5/2023).
Berdasarkan UU Haji, mengenai kuota haji reguler yang tidak terpenuhi, diatur dalam pasal 5. Dalam pasal tersebut terdapat beberapa poin tahapan siapa saja jamaah yang bisa mengisi tahapan tersebut.
Jika masih ada kuota yang tidak terpakai, Menteri Agama disebut dapat memperpanjang masa pengisian sisa kuota selama 30 hari. Jika setelah 30 hari masih ada kuota yang kosong, maka hal ini diperuntukkan bagi:
a. jamaah haji terpisah dengan mahram atau keluarga;
b. jamaah haji penyandang disabilitas dan pendampingnya;
c. jamaah haji lunas tunda;
d. pendamping jamaah haji lansia;
e. jamaah haji pada urutan berikutnya.
Melihat peraturan tersebut, Marwan menyebut tidak ada masalah jika kuota itu diisi mahram atau keluarga yang terpisah dari jamaah haji. Menjadi kewajiban untuk memenuhi hal tersebut dan baru diberikan pada daftar porsi berikutnya.
"Tapi kalau Dirjen PHU langsung memberikan ke cadangan berikutnya, itu menyalahi dari poin-poin yang ada. Loncat," lanjut dia.
Selanjutnya ia membahas perihal tambahan kuota haji. Dalam Pasal 9 ayat 1, disampaikan jika tambahan kuota haji setelah menteri menetapkan kuota haji, maka ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri (PM).
Marwan menilai hal ini bisa disebut sebagai tonggak sejarah, karena tidak diatur dalam UU Haji. Jika berdasarkan rekomendasi keuangan haji bisa berbahaya memberikan subsidi bagi kuota tambahan, maka menteri bisa menentukan apakah kuota tambhan ini untuk haji reguler atau khusus.
Ia juga membahas perihal salah data dalam akumulasi jamaah haji lunas tunda 2022, yang ternyata masuk dalam daftar lunas tunda 2020. Akibatnya, diperlukan tambahan biaya senilai Rp 232 miliar.
"Usulan itu sebenarnya melihat kemampuan BPKH berapa. Mendengar rapat kita di bulan-bulan yang lalu, mengenai tambahan Rp 232 miliar saja BPKH mengeluh. Ini sudah membuat pembiayaan kita terbalik, dari keinginan menghindari nilai manfaat lebih besar dari Bipih," kata Marwan Dasopang.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Hilman Latief mengajukan usulan perubahan BPIH dan nilai manfaat. Untuk 7.360 jamaah reguler pihaknya mengusulkan tambahan biaya Rp 288.312.382.288,42.
Karena itu, ia pun menyampaikan persetujuan kuota tambahan ini diberikan kepada jamaah haji reguler selama masih bisa diberikan kepada mahram, disabilitas dan pendamping-pendampingnya. Sisanya, kuota tersebut bisa diberikan kepada jamaah haji khusus.