REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berita mengenai anak tenggelam sering terdengar di media. Baru-baru ini, tiga anak tenggelam di Sungai Cimandiri Leuwi Jujung Kampung Tegaldatar Desa Cibatu Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Saat ditemukan, satu di antaranya dalam keadaan meninggal dunia pada akhir pekan lalu.
Apakah kasus anak tenggelam ini memang banyak terjadi di Indonesia? Apa penyebabnya?
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau atau dikenal dengan negara kepulauan. Kondisi tersebut membuat masyarakat akrab dengan air.
"Oleh karena itu, sangat wajar bila kemampuan berenang harus dimiliki setiap orang Indonesia," ujarnya dalam media briefing dengan tema "Pertolongan Pertama pada Anak Berenang: Apa yang Harus Diwaspadai saat Anak Berenang", di Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Menurut dr Piprim, banyaknya perairan di Indonesia membuka risiko tenggelam. Sayangnya sebagai negara kepulauan, masih banyak orang Indonesia yang tidak bisa berenang sehingga banyak kecelakaan tenggelam.
"Tenggelam ini problem signifikan di negara kita namun tidak terlaporkan. Kita tidak tahu data pastinya berapa. Kalau mau dicari, mudah-mudahan bisa," ujarnya. Dia mengatakan, kecelakaan tenggelam merupakan salah satu problem yang harus diantisipasi sebaik-baiknya.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (UKK ERIA) IDAI, dr dr Ririe Fachrina Malisie SpA(K), kecelakaan air baik tenggelam maupun hampir tenggelam merupakan masalah yang harus kita hadapi.
"Angka kematian anak akibat tenggelam itu ternyata sangat tinggi, artinya dibandingkan dengan kasus kecelakaan lain, dia menempati nomor dua," ujarnya.
Data WHO tahun 2020 menyebutkan, setiap tahun, 236 ribu jiwa kehilangan nyawa akibat tenggelam dan setengahnya berada dibawah usia produktif dibawah 30 tahun. Dari korban jiwa tercatat laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. "Ini karena laki-laki lebih banyak terekspos di dunia luar," ujarnya.
Dokter Riri mengatakan, data dari WHO juga menyebutkan di dunia, tenggelam termasuk salah satu penyebab dari 10 kematian terbanyak usia 1 sampai 24 tahun. Sedangkan data di Indonesia, angka kematian Indonesia 1,5 sampai 3 per 100 ribu orang.
Dari 250 juta penduduk Indonesia, jika setiap 100 ribu ada 3 orang, maka yang meninggal karena tenggelam sekitar ratusan korban meninggal akibat tenggelam. "Puncak gunung es, ini yang dilaporkan atau yang didapatkan WHO, kalau lihat data real data kita, mungkin kita lebih terhenyak lagi karena banyak kasus kematian akibat tenggelam ini," ujarnya.
Menurut data World Health Ranking, Indonesia menduduki peringkat ke 123 dalam ranking dunia mengenai kasus anak tenggelam. Namun, dr Riri sangat yakin data ini merupakan data yang bisa dicari lewat internet yaitu data yang masuk Big Data. Seringkali kasus di Indonesia tidak terlaporkan, termasuk kasus kematian didaerah pegunungan atau pelosok yang tidak terjangkau WHO. "Sehingga ini puncak gunung es," ujarnya.
Meskipun Indonesia menduduki ranking 123, tetap ada kematian 4 per 100 ribu akibat tenggelam. Fakta lain menunjukkan, di Indonesia pada usia balita, 1 sampai 4 tahun kasus penyebab kematian terbanyak didunia adalah karena tenggelam. Jadi kita bisa menyadari bagaimana permasalahan ini harus kita sikapi
"Usia makin besar kasus tenggelam agak lebih sedikit karena kemampuan untuk survival mengatasi kejadian tidak diharapkan saat berenang," ujarnya.
Data kematian balita Indonesia karena tenggelam hampir sama seperti data dunia. Korban berjenis kelamin laki-laki lebih banyak karena lebih banyak keluar rumah.
"Selain kecelakaan lalu lintas, nomor dua kematian kecelakaan akibat tenggelam," ujarnya.