Kamis 25 May 2023 21:24 WIB

Kemenkumham Sebut KUHP Baru Bisa Jadi Solusi Over Kapasitas Lapas 

Pelaksanaan KUHP baru pada dasarnya bisa mencegah hukuman penjara dalam waktu singkat

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI menggelar sosialiasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, Kamis (25/5/2023).
Foto: Wilda Fizriyani
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI menggelar sosialiasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, Kamis (25/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI, Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, keberadaan KUHP Nasional yang baru dapat menjadi solusi over kapasitas di Lapas Indonesia. Hal ini diungkapkan pria disapa Eddy ini seusai menghadiri kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 di Universitas Brawijaya (UB), Kota Malang, Kamis (25/5/2023).

Menurut Eddy, pelaksanaan KUHP baru pada dasarnya dapat mencegah hukuman penjara dalam waktu singkat. Jika seseorang mendapat ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun, maka yang bersangkutan tidak akan dipenjara. Pelaku tersebut justru akan mendapatkan pidana pengawasan. 

Baca Juga

Hal sama juga berlaku untuk pelaku yang mendapatkan ancaman pidana di bawah tiga tahun. "Itu tidak ada pidana penjara, adanya pidana kerja sosial," ucap Eddy.

Eddy mengatakan, pada dasarnya ada dua cara yang dapat mengurangi over kapasitas di Lapas Indonesia. Pertama adalah KUHP baru sedangkan lainnya terkait penyusunan revisi UU Narkotika. Revisi UU tersebut nantinya akan membantu mengurangi over kapasitas karena hampir 70 persen penghuni lapas itu kasusnya narkoba.

Di sisi lain, Eddy juga sempat menyinggung dalam keynote speech-nya bahwa over kapasitas di lapas bukan kesalahan kementeriannya. Penyebab kondisi tersebut berasal dari polisi, jaksa dan hakim. Kemenkumham melalui lapas pada dasarnya tidak dapat menolak hasil ekskusi dengan dasar over kapasitas. 

"Dan hakim itu tidak mau tahu. Ketika dia memutuskan suatu perkara dan dia tidak tanya di Malang itu over kapasitas atau tidak. Jaksa mau eksekusi, juga jaksa tidak pernah tanya ini lapas penuh apa tidak. Jadi lapas tidak bisa menolak itu karena lapas hanya dijadikan tempat pembuangan akhir yang tidak bisa melakukan intervensi," jelasnya.

Pendapat serupa juga diungkapkan Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Profesor Harkristuti Harkrisnowo. Dia tidak menampik saat ini kondisi lapas di Indonesia sudah sangat penuh. Sebab itu, dia mendukung keberadaan KUHP baru yang bisa mencegah over kapasitas di lapas ke depannya.

Di sisi lain, dia juga mendorong agar Kemenkumham dapat menambah jumlah lapas di Indonesia. Hal ini karena hunian yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ratusan juta. Jika jumlah lapas ditambah, maka over kapasitas dapat dicegah dengan baik ke depannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement