Jumat 26 May 2023 07:50 WIB

Perempuan Mesir Korban Tahanan Kemiskinan

Sejak awal 2022 Mesir dilanda krisis ekonomi yang menyebabkan inflasi melonjak.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Kaum perempuan Mesir (ilustrasi).
Foto: AP/Khalil Hamra
Kaum perempuan Mesir (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  KAIRO -- Perempuan Mesir yang menghadapi hukuman penjara karena terjerat utang menghadapi stigma sosial. Jika mereka telah dibebaskan dari penjara, butuh perjuangan untuk membangun kembali kehidupannya.

Masalah ini mendapat perhatian baru-baru ini karena langkah Presiden Mesir Abdal Fattah al-Sisi pada Maret untuk memberikan grasi kepada napi laki-laki dan perempuan. Kementerian Dalam Negeri mengatakan, 85 tahanan telah dibebaskan.

Baca Juga

Sejak awal tahun lalu, Mesir juga dilanda krisis ekonomi yang menyebabkan tingkat inflasi tahunan resmi melonjak hingga lebih dari 30 persen dan mengikis standar hidup banyak orang. Sebanyak 60 persen dari 104 juta penduduk diperkirakan berada di bawah atau mendekati garis kemiskinan.

Mesir tidak memberikan statistik tentang populasi di penjaranya tetapi para pegiat mengatakan, perempuan miskin sangat rentan terhadap masalah uang. Banyak di antaranya bercerai atau menderita kondisi medis yang mahal untuk diobati.

Seorang perempuan dengan tiga anak yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena risiko stigma sosial mengatakan, telah terlilit hutang empat tahun lalu. Utang ini menggunung setelah membeli peralatan rumah tangga secara kredit dan dengan bunga tinggi untuk biaya pernikahan keponakannya yang yatim piatu.

Ketika dia tidak mampu membayar 30 ribu pound Mesir serta bunga sebesar 16.000 pound, kreditur melaporkannya ke polisi. Dia dijatuhi hukuman penjara in absentia tetapi saat bersembunyi dari polisi, dia menghubungi lembaga masyarakat Children of Female Prisoners Association dan mereka membantu membayar utangnya.

"Saya ketakutan. Sampai sekarang, saya tidak bisa tidur. ketika polisi mengetuk pintu Anda dan membawa Anda, itu seperti hukuman mati," katanya.

"Saya punya anak perempuan dan ketika Anda ditangkap orang tidak tahu apa yang Anda lakukan, mereka bergosip," kata perempuan yang juga membutuhkan pengobatan untuk kanker dan bekerja menjual jagung bakar di jalan di Giza, di seberang Sungai Nil dari Kairo.

Direktur Proyek Phoenix di Children of Female Prisoners Association Lamia Magdy mengatakan, sebagian besar perempuan yang dibebaskan dari penjara setelah menjalani hukuman utang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan atau terus tinggal di lingkungan lama. Penyakit dan kemiskinan yang parah, menurut Penasihat Al-Masry Foundation Soheir Awad, alasan utama orang jatuh ke dalam utang.

Awad mengatakan, sebanyak 100 ribu kasus laki-laki dan perempuan yang terlilit hutang menghadapi risiko hukuman atau penjara di bawah sejumlah undang-undang. Aturan tersebut telah diberlakukan selama 13 tahun dalam arsip "tahanan kemiskinan".

Kementerian Solidaritas Sosial telah bekerja dengan lembaga sosial untuk melunasi hutang beberapa tahanan dan menjamin pembebasannya. Pengampunan presiden, menurut Awad, adalah sinar cahaya, meski dinilai masih tidak cukup.

“Setiap hari ada orang keluar masuk penjara, selama mereka tidak memiliki pekerjaan, tetapi masih memiliki keinginan dan kebutuhan, akan selalu ada yang terlilit utang,” ujar Awad. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement