REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mengungkapkan, penerbitan obligasi daerah masih terhambat. Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan, sejumlah pemda telah menyiapkan penerbitan obligasi daerah.
"Kami mendorong obligasi daerah. Sebelumnya memang sudah minat dari Jabar dan Jateng," ungkap Deni dalam Media Editors yang digelar UOB di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Deni mengatakan, sebelumnya terdapat kendala penerbitan obligasi daerah karena auditor yang memeriksa laporan keuangan pemda adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara, OJK mensyaratkan auditor harus berada di bawah naungan otoritas. Kendati demikian, menurut Deni, hal ini sudah ditangani.
Kemudian, pada momen pandemi Covid-19, sektor keuangan mendapat hantaman berat sehingga inovasi obligasi daerah belum bisa berlanjut. Tak hanya itu, pada momen pandemi, Kemenkeu memberikan pinjaman kepada pemda dengan bunga rendah sebagai dukungan pemulihan ekonomi.
"Ini membuat obligasi daerah mundur lagi," ujarnya.
Kini, ruang pertumbuhan obligasi daerah semakin diperkuat dengan adanya UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Deni mengatakan, dalam regulasi tersebut, rencana penerbitan obligasi dapat dibahas dengan DPRD pada saat pengajuan rancangan APBD.
Menurut Deni, obligasi daerah akan sangat membantu pemda dalam memperoleh alternatif pembiayaan. "Kalau di negara lain, obligasi daerah atau municipal bonds sudah biasa diterbitkan," ujarnya.
Akan tetapi, saat ini, pemda memilih menunggu proses pemilihan kepala daerah yang akan digelar pada 2024. Hal ini guna memberikan kepastian dukungan dari pimpinan daerah terhadap instrumen tersebut serta meyakinkan investor.