REPUBLIKA.CO.ID, BEOGRAD -- Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti menyatakan dukungan pemerintah atas perlindungan unit kepolisian kepada para wali kota yang baru terpilih di utara negara itu, guna mengantisipasi protes warga Serbia.
"Selama di luar masih ada massa brutal yang mengancam untuk menyerang dan ada grafiti yang menunjukkan kekaguman terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, kita harus memiliki unit kepolisian khusus di gedung-gedung kotamadya," ujar Kurti dalam diskusi panel yang disiarkan secara daring dari Ibu Kota Bratislava, Slovakia, Rabu (31/5/2023).
Dia menjelaskan bahwa para polisi Kosovo dilatih oleh negara-negara Barat yang sangat menghormati HAM, dan memastikan bahwa tidak ada kekerasan yang dimulai oleh pihak polisi. Menurut Kurti, dibutuhkan dua hal mendasar untuk meredakan ketegangan di utara Kosovo.
"(Yang pertama) aturan hukum, geng-geng ini harus kembali ke Serbia atau masuk penjara di Kosovo," kata dia.
Sementara syarat kedua adalah implementasi segera dari perjanjian tanpa syarat. Dia mengklaim bahwa hanya wali kota yang memiliki legitimasi untuk berada di gedung kota dan melayani warga.
Sebelumnya, Uni Eropa, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Amerika Serikat, Cina, serta Jerman dan banyak negara lain, mengutuk pasukan keamanan Kosovo atas kekerasan yang mereka terhadap warga Serbia setempat.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menuntut agar Kosovo menghentikan tindakan kekerasan tersebut. Sementara China mendukung Serbia di tengah konflik terbaru negara Balkan itu dengan negara tetangganya, Kosovo.
Pada Mei, ketegangan mencengkeram Kosovo ketika etnis Serbia memprotes pemilihan wali kota etnis Albania di empat kotamadya yang terletak di utara negara itu. Sejak Senin (29/5/2023), orang-orang Serbia telah melakukan protes di luar kota-kota tersebut ketika wali kota mengambil sumpah dan memulai tugas resmi mereka.
Pada Senin, sedikitnya 30 tentara dari misi pemelihara perdamaian internasional pimpinan NATO di Kosovo (KFOR) terluka dalam bentrokan dengan orang Serbia yang memprotes dan berusaha untuk mencegah Wali Kota Zvecan yang baru terpilih di Kosovo utara untuk memasuki balai kota guna mengambil sumpah jabatan.
"Para pengunjuk rasa berusaha menerobos barisan polisi di depan balai kota," kata polisi dalam sebuah pernyataan.
Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Unit KFOR juga menggunakan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan para pengunjuk rasa, yang menolak untuk pergi dan membalas dengan batu dan tongkat.
Menurut sumber rumah sakit, lebih dari 53 warga sipil juga terluka oleh bom kejut dan gas air mata. Polisi di Kosovo juga mengatakan bahwa sedikitnya lima orang ditahan setelah bentrokan tersebut.