REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang akan menyisihkan 26 miliar dolar AS untuk kebijakan baru perawatan anak, sedikit lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan. Langkah ini kemungkinan akan menambah lebih banyak utang bagi negara industri dengan utang publik terbesar di dunia.
Perdana Menteri Fumio Kishida berjanji untuk melipatgandakan anggaran untuk mengatasi penurunan angka kelahiran dalam tiga tahun kedepan. Meski langkah tersebut akan mempersulit posisi fiskal pemerintah.
Pada menteri-menterinya, Kamis (1/6/2023) Kishida mengatakan ingin meningkatkan pengeluaran perawatan anak. Salah satu agenda prioritas pemerintah dalam pedoman kebijakan ekonomi di pertengahan tahun yang akan diadopsi pada pertengahan Juni.
Menteri Ekonomi Shigeyuki Goto mengutip Kishida yang mengatakan kebijakan ini bertujuan mendukung pendidikan tinggi, mencegah kekerasan pada anak miskin, dan memastikan perawatan medis bagi anak difabel. Ia menambahkan masih belum ada pembahasan mengenai pendanaan rencana ini.
Jepang merupakan negara industri dengan utang pemerintah terbesar di dunia. Utang publik dua kali lebih besar dari perekonomiannya.
Kantor berita Kyodo melaporkan pemerintah Jepang akan memperkenal jenis obligasi baru untuk mengumpulkan dana pendidikan. "Pembicaraan mengenai anggaran ini datang di saat-saat sulit ketika pemerintah mencoba membuat anggaran dasar surplus sementara utang pemerintah membengkak," kata ekonom senior SMBC Nikko Securities, Koya Miyamae.
"Ini menjadi rumit ketika Bank of Japan melonggarkan kebijakan moneter dengan resiko menaikan biaya pinjaman," katanya.
Mengandakan anggaran perawatan anak bersamaan dengan menaikan anggaran militer untuk menghadapi ancaman dari Cina dan Korea Utara (Korut) bertentangan dengan setiap langkah reformasi fiskal.
Kishida membuang kemungkinan menaikan pajak sebagai opsinya, sementara pemerintah berupaya memanfaatkan kenaikan premi medis publik dan memangkas pengeluaran kesejahteraan sosial lainnya untuk mendanai lebih banyak pengeluaran perawatan anak.
Angka resmi pemerintah menunjukkan angka kelahiran di Jepang pada 2022 mencapai titik terendahnya, turun di bawah 800 ribu untuk pertama kalinya. Delapan tahun lebih awal dibandingkan perkiraan pemerintah.