REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Agus Nugroho terkait kasus pemerkosaan terhadap anak berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo). Agus lebih memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur dibanding pemerkosaan.
Komisioner KPAI Dian Sasmita mengatakan masih menunggu informasi pasal yang disangkakan terhadap para pelaku. Ia mengingatkan polisi merujuk pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA) yang sudah menyebutkan pasal terkait kekerasan seksual kepada anak terlepas dari ada atau dianggap tidak ada kekerasan.
"Di UU PA itu sendiri tipu muslihat, bujuk rayu termasuk dalam unsur kekerasan dan ancaman kekerasan sehingga pasal kekerasan dapat dikenakan kepada tersangka," kata Dian kepada Republika.co.id, Jumat (2/6/2023).
Dian menyatakan UU PA mengatur ancaman minimal terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak. Bahkan sebagian dari pelaku berpotensi mendapat penambahan masa hukuman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
"Tambahan sepertiga (masa hukuman) kalau dilakukan oleh pejabat publik, orang yang diberi mandat untuk lindungi dan pemulihan anak tapi malah lakukan kekerasan seksual," ujar Dian.
Oleh karena itu, Dian mendesak Polda Sulteng mempercepat penanganan perkara ini. Apalagi kondisi korban kian mengkhawatirkan karena harus menjalani operasi pengangkatan rahim akibat tindakan bejat para pelaku.
"Tidak ada alasan lagi kasus ini prosesnya dilama-lamakan. Saya apresiasi para pihak yang sudah mendampingi korban dan mendukung proses ini berjalan maksimal karena infonya korban alami kondisi kesehatan yang butuh penanganan serius," tegas Dian.
Sebelumnya, Irjen Agus Nugroho menyampaikan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur berusia 15 tahun di Parimo bukan sebuah pemerkosaan. Agus malah menganggapnya persetubuhan anak di bawah umur ketimbang pemerkosaan. Agus beralasan kasus kekerasan seksual terhadap korban terjadi karena tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman.
"Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," ujar Irjen Agus dalam jumpa pers baru-baru ini.
Kasus gang rape atau kekerasan seksual massal yang dilakukan sebelas orang terhadap ABG 15 tahun di Parimo melibatkan oknum anggota Brimob, Kades hingga guru. Perkosaan terjadi sejak April 2022 hingga Januari 2023.