REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas masyarakat Indonesia lebih setuju pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka daripada sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai. Demikian hasil survei nasional Indikator Politik Indonesia yang digelar pertentangan Februari 2023 lalu yang dirilis pada Ahad (4/6/2023).
Peneliti utama di Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menuturkan, sebanyak 80,6 persen responden setuju pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka atau sistem yang memungkinkan pemilih mencoblos calon anggota legislatif (caleg) yang diinginkan. Sedangkan yang setuju penerapan sistem proporsional tertutup hanya 11,9 persen. Sisanya tidak tahu/tidak jawab.
"Artinya, preferensi (publik) terhadap sistem proporsional terbuka mayoritas mutlak," kata Burhanuddin ketika merilis hasil surveinya secara daring, dikutip Senin (5/6/2023).
Jika dilihat berdasarkan sosio demografi responden, lanjut dia, mayoritas juga mendukung sistem proporsional terbuka. Misalkan berdasarkan jenis kelamin, rentang usia etnis, tingkat pendidikan, agama dan tingkat penghasilan responden, persentase yang setuju sistem proporsional terbuka semuanya di atas 70 persen.
Jika dilihat dari pilihan partai pada Pemilu 2019, kata Burhanuddin, mayoritas juga mendukung sistem proporsional terbuka. Pemilih PDIP, misalnya, ternyata 78,3 persen yang setuju sistem proporsional terbuka. Pemilih partai politik lain juga di atas 77 persen mendukung sistem proporsional terbuka. Hanya pemilih PKB yang presentasenya sedikit rendah mendukung sistem proporsional terbuka dibanding partai lain, yakni 66,7 persen.
"Yang pro proporsional terbuka datang dari semua segmen demografi. Termasuk semua segmen konstituen politik," kata pria peraih gelar doktor bidang ilmu politik dari Australian National University itu.
Survei nasional Indikator Politik Indonesia ini digelar pada 9-16 Februari 2023. Survei melibatkan 1.220 responden dari seluruh provinsi, yang dipilih menggunakan metode multistage random sampling. Survei dilakukan dengan cara wawancara tatap muka. Toleransi kesalahan atau margin of error survei ini sebesar 2,9 persen dan tingkat kepercayaannya 95 persen.
Menanti MK
Perdebatan soal sistem pemilu mencuat seiring bergulirnya gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem proporsional terbuka yang sudah kadung digunakan dalam tahapan Pemilu 2024 itu digugat oleh enam warga negara perseorangan.
Para penggugat yang salah satunya adalah kader PDIP, meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Mereka meminta hakim konstitusi memutuskan sistem proporsional tertutup yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024. Hingga kini MK belum membuat putusan.
Delapan partai parlemen, yakni Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP diketahui sudah berulang kali menyatakan menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Satu-satunya partai parlemen yang mendukung sistem tersebut adalah PDIP.
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut calon anggota legislatif (caleg) yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.
Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg maupun partai yang diinginkan. Caleg dengan suara terbanyak berhak duduk di parlemen. Sistem ini dipakai sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.
Pakar politik punya pandangan beragam terkait sistem mana yang paling tepat digunakan untuk pemilu di Indonesia ke depan. Sebagian menilai sistem proporsional terbuka yang cocok. Sebagian lain menilai sistem proporsional tertutup yang baik. Ada pula yang menilai sistem proporsional tertutup yang tepat asalkan internal partai politik diperbaiki terlebih dahulu.