REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani mengaku pihaknya tidak dalam posisi mengusulkan perubahan akronim PMI atau Pekerja Migran Indonesia. Menurutnya, BP2MI tidak bakal melakukan perubahan akronim ini meski memiliki kesamaan dengan akronim yang digunakan Palang Merah Indonesia (PMI).
"Saya ingin klarifikasi berita hari ini bahwa BP2MI tidak pada posisi untuk mengusulkan perubahan akronim PMI. Usulan perubahan itu datangnya pengurus Palang Merah Indonesia. Bagi kami yang mengubah itu adalah menjadi domain pihak berwenang," kata Benny, dalam keterangan, Rabu (7/6/2023).
Benny menambahkan, penggunaan akronim PMI yang digunakan lembaganya memiliki dasar Undang-Undang (UU) yang menjadi landasan hukum. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Hati Nurani (Hanura) itu, hal tersebut merupakan perintah negara, bukan atas kemauan sendiri dari pihak BP2MI.
"Kita memiliki dasar undang-undang yang berbeda, kita memiliki logo kelembagaan berbeda, kita memiliki nomor klatur nama lembaga yang berbeda, di sana adalah Palang Merah Indonesia dan di sini adalah Badan Perlindung Pekerja Migran Indonesia tentu berbeda," ujarnya.
Benny menyebutkan dalam penggunaan akronim PMI dalam kegiatan BP2MI bukan menggunakan kalimat tunggal. Dia mencontohkan seperti misalnya, Pekerja Migran Indonesia Ilegal.
"Kalau pun saya bersama jajaran BP2MI selalu mengunakan PMI itu tidak pernah tinggal, misalnya kita menyebut menghindari penempatan pekerja migran Indonesia atau PMI, kita menangani PMI terkendala, PMI yang sakit jadi tidak pernah tunggal," ujarnya.
Kendati begitu, Benny menghormati permintaan Palang Merah Indonesia yang meminta BP2MI untuk mengubah akronim PMI. Namun, Dia menegaskan, hal tersebut bukan wewenang lembaganya. "Jadi atas dasar apa yang diminta Palang Merah Indonesia untuk kita memberikan penghormatan dengan permintaannya agar BP2MI tidak menggunakan akronim PMI tentu kita menyerahkan kepada pihak berwenang, bukan wewenang kita," tegasnya.