REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mendorong peran ibu dalam mencegah konsumsi rokok di lingkungan keluarga. Bintang mengingatkan, konsumsi rokok di lingkungan keluarga memberikan efek negatif bagi kesehatan perempuan dan anak.
Bintang menyebutkan, perempuan berperan penting sebagai pengasuh di unit keluarga. Perempuan sebagai ibu, sambung dia, perlu membangun komunikasi yang baik kepada setiap anggota keluarga mengenai dampak buruk rokok, mulai dari masalah kesehatan, potensi kecanduan, dan konsekuensi sosial dari merokok.
"Para ibu dapat memainkan peran penting dalam membantu keluarganya agar lepas dari jerat konsumsi rokok, salah satunya dengan memberikan pendampingan, berupa pengingat, dukungan emosional, hingga bantuan dari profesional," kata Bintang dalam keterangan pers di Jakarta pada Selasa (6/6/2023).
Konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar rumah tangga. Karena itu, perlindungan keluarga sangat penting agar anak-anak yang tidak merokok tak menjadi korban asap yang dihirup di sekitarnya. "Hal ini diharapkan dapat membantu seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak dalam menyikapi penggunaan rokok secara tepat," ucap Bintang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022, menunjukkan rokok merupakan komoditi tertinggi kedua dalam pengeluaran rumah tangga setelah beras, lebih tinggi daripada pengeluaran untuk konsumsi protein, seperti telur dan ayam, tahu dan tempe yang lebih dibutuhkan keluarga.
Sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2021, menunjukkan prevalensi anak yang merokok adalah 9,1 persen dan berada di ranking kedua dunia. "Data ini tentunya menjadi tantangan terbesar yang perlu kita selesaikan, mulai dari meningkatkan pemahaman kepada anak terkait bahaya rokok sampai dengan mengatasi dampak buruk rokok bagi tumbuh kembang anak," kata Bintang.
Ketua Komnas Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany menyampaikan tantangan dalam menyelesaikan permasalahan konsumsi rokok. Salah satuny,a masih banyak tokoh adat, agama, dan masyarakat yang belum tegas menekankan bahaya merokok. Hal itu disebabkan masih banyak diantara mereka yang menjadi perokok aktif.
Padahal, kata dia, perempuan dan anak terpaksa menjadi perokok pasif karena menghirup asap rokok dari suami, tamu, maupun kerabatnya. Hasbullah menyampaikan efek rokok menurut Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia, di antaranya dapat meningkatkan risiko stunting pada anak sebesar 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orang tua yang tidak merokok.
"Rokok dapat menyebabkan melemahkan daya pikir anak dan mempengaruhi kesehatan janin yang dikandung ibu hamil," ucap Hasbullah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan penurunan angka merokok penduduk usia 10-18 dari 9,1 persen pada 2018 menjadi 8,7 persen pada 2024.