Kamis 08 Jun 2023 14:50 WIB

Islam & Evolusi Imam Al-Ghazali: Paradigma Evolusi Modern Karya Shoaib Ahmed Malik

Karya Al-Ghazali ternyata banyak membahas prinsip-prinsip dan mekanisme penciptaan.

Buku Islam dan Evolusi Al-Ghazali
Foto: dok web
Buku Islam dan Evolusi Al-Ghazali

Oleh: Zakiyah; Pecinta buku

 

Baca Juga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika ilmuwan menyebut manusia adalah jenis kera besar dari kingdom animalia, nalar agamis seseorang biasanya menolak. Doktrin yang selama ini dipercaya agama-agama samawi di dunia tidaklah seperti itu. Manusia, dimulai dari Adam, tercipta sempurna di surga dan diturunkan ke bumi sudah dalam bentuk completely built up: berorgan sempurna, cerdas, dan berperasaan.

Di sisi lain teori evolusi telah diterima luas oleh komunitas ilmiah. Ia bukan isapan jempol, tetapi teruji berdasarkan sejumlah bukti fisik yang tak terbantahkan dan didukung teori saintifik. Teori evolusi memiliki bukti-bukti empiris, paleontologis, homologis, dan genetis. Bukti paleontologis menunjukkan bahwa fosil-fosil yang ditemukan memang mengalami kemajuan bertahap dalam tingkat kompleksitasnya. 

Darwin tidak berspekulasi, tetapi didukung dalil ilmiah meyakinkan. Bukti homologis menunjukkan bahwa manusia dan spesies lain, seperti kera, anjing, dan kelelawar, meski memiliki perbedaan, juga memiliki banyak kesamaan. 

Teori yang dicetuskan oleh Charles Darwin (1809-1882) ini memiliki judgement final bahwa seluruh makhluk hidup di bumi, termasuk manusia, berasal dari nenek moyang yang sama. Semua yang bernapas di bumi ini saling terhubung melalui bio-historis karena mereka semua bersaudara dalam satu pohon kehidupan. Manusia tidak terkecuali. Menurut analisa genetiknya, ia bukan special edition, tetapi bagian wajar dalam alur dunia biologis. 

Kontradiksi sains dan agama ini oleh Shoaib Ahmed Malik coba dijembatani dengan sebuah pola pikir induktif yang kemudian berhasil menemukan benang merah keduanya. Dalam buku berjudul asli "Islam and Evolution: Al-Ghazali and the Modern Evolutionary" ini, Asisten Profesor Natural Sicences di Zayed University, Dubai ini mengutip hampir semua karya Imam Ghazali terkait penciptaan.

Shoaib memulai dengan memaparkan berbagai pendapat tentang evolusi yang ternyata sangat beragam, dengan beda tipis-tipis. Ia menggunakan pemikiran Al-Ghazali sebagai pisau analisa untuk mengurai kontradiksi antara fakta ilmiah dan narasi transenden di kitab suci. 

Dalam teologi penciptaan, sebenarnya terdapat sejumlah ulama klasik diantaranya adalah Abu Hasan al-ʿAsy’ari, Abu Bakar al-Baqillani, Dhia'uddin al-Juwaini, Fakhruddin ar-Razi, dan lain-lain.

Di antara nama-nama besar yang ada, Al-Ghazali dianggap seorang teolog dan saintis yang memiliki pemahaman komprehensif mengenai awal mula kehidupan. Keterangan imam Ghazali dalam berbagai karyanya kemudian dikaji secara metafisik dan hermeneutik guna membawa pemikiran abad pertengahan ke alam kontemporer. 

Al-Ghazali lahir pada tahun 1058 di Tus, Khurasan. Sebuah daerah yang kini masuk dalam wilayah Iran. Ia adalah seorang teolog dan hakim terkenal pada saat itu. Setelah gurunya (al-Juwaini) wafat pada 1085, Al-Ghazali kemudian melebihi pencapaian gurunya. Al-Ghazali menguasai semua cabang sains teoritis seperti logika, filsafat, yurisprudensi, dan teologi. 

Al-Ghazali (1058-1111) hidup 750 tahun sebelum Darwin dan tak pernah membaca buku The Origin of Species. Tetapi sejumlah karya Al-Ghazali ternyata banyak membahas prinsip-prinsip dan mekanisme penciptaan serta tipologinya. Hal ini mengungkap seberapa jauh Islam dan evolusi saling mengisi.

Tantangan terbesar Shoaib adalah para penganut kreasionisme yang berpandangan bahwa seluruh spesies makhluk hidup tercipta kun fayakun tanpa melalui proses alamiah. Aliran ini melihat teori evolusi sebagai dongeng tak berguna dan merusak dasar-dasar keimanan. Di tangan para kreasionis inilah pandangan tentang evolusi menjadi tidak jernih karena sering dimiskonsepsi dengan sejumlah “isme”. Evolusi manusia dianggap identik dengan ateisme, naturalisme, marxisme, komunisme, nihilisme, kapitalisme, fasisme, kolonialisme, imperialisme, sekularisme, saintisme, dan sebagainya. 

Kejumbuhan ini membuat diskusi tentang evolusi tak pernah murni saintifik. Maka sebelum bicara jauh tentang tema ini, Shoaib meminta pembacanya menjauhkan hal-hal yang bukan bagian dari isu evolusi itu sendiri. 

Agama, khususnya agama-agama samawi seperti Yahudi, Kristen, dan Islam, meyakini manusia diciptakan secara ajaib oleh Tuhan. Teks-teks otoritatif dalam Islam telah menyatakan dengan tegas, seperti di QS. al-An’âm [6]: 2, QS. al-Hijr [15]: 26, dan QS. al-Hajj [22]: 5. Semuanya menegaskan bahwa manusia diciptakan langsung oleh Allah. 

Namun sains, di pihak lain, menyatakan bahwa manusia lahir dari proses seleksi alam dan memiliki leluhur yang sama (common ancestor).  Tentang kontradiksi ini sikap intelektual muslim terbagi empat. Pertama, kreasionisme yang menolak sepenuhnya teori evolusi. Menurut mereka semua makhluk diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan dan sudah ahsani taqwim.  

Kedua,

Lihat halaman berikutnya >>

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement