REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Jajaran Polresta Cirebon mengungkap empat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dari hasil pengungkapan kasus TPPO tersebut, petugas berhasil mengamankan empat tersangka.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Arif Budiman, mengatakan, modus para tersangka kasus TPPO bervariasi. Di antaranya, menawarkan korban untuk bekerja di luar negeri, namun penempatannya tidak sesuai seperti yang dijanjikan ketika perekrutan.
Bahkan, para korbannya juga cenderung mendapat perlakuan tidak manusiawi. Seperti misalnya, bekerja hampir 24 jam, gajinya tidak dibayarkan, tidak diberi makan dan minum, hingga mendapat perlakuan kekerasan dari majikan dan agen di negara tempatnya bekerja.
"Para tersangka juga meminta uang hingga nominalnya mencapai puluhan juta rupiah kepada korban dengan alasan sebagai biaya awal untuk pemberangkatan ke negara tujuan," kata Arif, saat konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Jumat (9/6/2023).
Arif mengatakan, korban dalam kasus TPPO tersebut diberangkatkan ke luar negeri secara unprosedural. Karenanya, mereka tidak terdata secara resmi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI).
Arif menyebutkan, salah seorang korban TPPO kini meninggal dunia. Korban menderita sakit akibat dijanjikan awal bekerja di Korea namun diberangkatkan ke Turki.
Selain itu, ada juga beberapa korban yang diberangkatkan ke negara konflik seperti Irak dan Syiria. Hingga akhirnya mereka pun mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.
Tak hanya mengamankan tersangka, Polresta Cirebon juga menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya, berbagai dokumen dari mulai paspor dan tiket pesawat, handphone, mobil, serta lainnya.
Saat ini, petugas juga masih mengembangkan kasusnya untuk mengungkap jaringan TPPO di Kabupaten Cirebon.
‘’Para tersangka kasus TPPO dijerat Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan atau Pasal 81 Jo Pasal 69 dan atau Pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 huruf b sampal dengan huruf e UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI,’’ kata Arif.