REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh Presiden Joe Biden mengatur tuntutan pidana terhadapnya untuk menjegal saingan politik utamanya dalam kampanye pilpres 2024. Trump juga menuding tuntutan pidana terhadap dirinya merupakan untuk mengalihkan perhatian dari penyelidikan federal dan kongres terhadap putra Biden.
"Dakwaan konyol dan tidak berdasar terhadap saya oleh departemen ketidakadilan yang dipersenjatai oleh pemerintahan Biden akan dianggap sebagai salah satu penyalahgunaan kekuasaan yang paling mengerikan dalam sejarah negara kita. Penganiayaan kejam ini adalah parodi keadilan," ujar Trump dalam konvensi Partai Republik di negara bagian Georgia.
Pernyataan Trump muncul satu hari setelah jaksa penuntut membuka 37 dakwaan 37 terhadapnya. Jaksa menuduh Trump menyimpan dokumen rahasia yang mencakup beberapa rahasia keamanan negara paling sensitif setelah meninggalkan Gedung Putih pada 2021.
Jaksa menuduh Trump menyimpan sejumlah dokumen rahasia, termasuk dokumen tentang program nuklir AS dan kerentanan domestik terhadap potensi serangan. Trump mengetahui seharusnya dokumen itu tidak disimpan.
Surat dakwaan setebal 49 halaman itu juga merinci dua kejadian di mana Trump diduga membagikan informasi rahasia dengan orang yang tidak berwenang untuk menerimanya, serta upaya untuk menghalangi penyelidik pemerintah yang ingin mengambil dokumen rahasia tersebut. Dakwaan terhadap mantan presiden AS atas tuduhan federal belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Amerika. Trump adalah calon terdepan untuk nominasi presiden dari Partai Republik dalam pilpres 2024.
Pada Sabtu (10/6/2023), Trump mengatakan kepada Politico, dia tidak akan mundur dari pencalonannya sebagai presiden bahkan jika dia dinyatakan bersalah. Tuduhan tersebut akan menjadi titik fokus dari kontes nominasi partai.