REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, OC Kaligis, menyatakan kliennya dalam kondisi sakit. Kaligis meyakini kliennya tak bisa disidangkan dalam perkara suap dan gratifikasi.
Hal itu dikatakan Kaligis kepada wartawan seusai sidang perdana terhadap kliennya yang digelar daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus) pada Senin (12/6/2023).
Agenda sidang pembacaan dakwaan itu terpaksa ditunda karena Lukas kembali mengeluarkan jurus sakit. Kali ini, Lukas menambah alasan ogah ikut sidang karena ingin sidang tatap muka.
"Biar media lihat kakinya bengkak nggak bisa pakai sepatu, dan majelis hakim bisa lihat di dalam (ruang sidang)," kata Kaligis kepada wartawan.
Kaligis menyebut sidang pada hari ini memang pasti akan ditunda. Kaligis mengaku sejak awal sudah mengeluhkan rencana KPK menggelar sidang daring terhadap kliennya.
"Dari semula saya sangka sidang ini tidak akan dilanjutkan. Bukan cuma saya, saya sudah kirimkan surat untuk sidangnya offline biar media lihat dan rakyat Papua lihat gimana," ujar Kaligis.
Kaligis mengatakan, kliennya saat ini dalam kondisi yang tak layak berada di meja hijau karena menderita sakit. Sehingga kliennya bersikukuh ingin sidang tatap muka guna menunjukkan kondisinya ke hadapan publik.
"Sebenarnya orang sakit itu tidak fit to stand trial. Jadi, dia bilang secara terang, dia mau offline dan ada maksudnya supaya orang lihat kakinya makin membengkak, nggak bisa pakai sepatu," kata Kaligis.
Sebelumnya, KPK telah melimpahkan berkas perkara suap serta gratifikasi dengan terdakwa Lukas Enembe. Tim Jaksa mendakwa Lukas menerima suap dan gratifikasi dengan total senilai Rp 46,8 miliar dari beberapa pihak swasta.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi karena sebelumnya bergerak pada bidang farmasi. Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.
Dalam perkara ini, Rijatono dituntut hukuman penjara lima tahun. Hal ini terungkap dalam sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan pada Selasa (6/6/2023) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
Selain hukuman penjara, Rijatono dituntut hukuman denda senilai seperempat miliar rupiah. Adapun Lukas Enembe diagendakan menghadapi sidang dakwaan pada 19 Juni 2023.