REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Febryan A
Survei terbaru lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan 76 persen publik Indonesia lebih menginginkan sistem pemilu proporsional terbuka. Dalam sistem itu, partai atau calon, dan calon anggota DPR yang mewakili partai tersebut ditentukan oleh pemilih atau rakyat secara langsung.
"Hanya 15 persen warga yang menginginkan sistem proporsional tertutup di mana yang dipilih hanya partai dan calon anggota DPR yang mewakili partai tersebut ditentukan oleh pimpinan partai," kata Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam paparannya di kanal Youtube pada Senin (12/6/2023).
Dari survei ini, Deni menyebut, hanya 24 persen warga mengaku tahu gugatan sistem pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dari yang tahu, 64 persen (atau 15 persen dari total populasi) menyatakan menolak jika MK mengabulkan gugatan tersebut dan sistem pemilihan menjadi tertutup.
"Yang mendukung hanya 31 persen atau 7 persen dari total populasi. Masih ada 5 persen yang belum berpendapat," ujar Deni.
Deni menganalisis sikap mayoritas warga yang menolak MK mengabulkan sistem proporsional tertutup ini konsisten dalam dua kali survei.
"Yaitu pada Februari dan Mei 2023," kata Deni.
Deni juga memaparkan, dari 15 persen responden yang menolak jika MK mengabulkan sistem pemilihan menjadi tertutup tersebut, ada 53 persen yang menyatakan akan melakukan protes secara terbuka. Dari yang akan protes, sekitar 70 persen menyatakan akan protes di media sosial seperti Instagram, Youtube, Tiktok, dan Twitter.
"Dan ada 22 persen yang akan protes melakukannya dengan ikut demonstrasi turun ke jalan," ujar Deni.
Diketahui, sikap publik terhadap gugatan sistem Pemilu ini dihimpun SMRC dalam survei yang berlangsung pada 30-31 Mei 2023. Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengumumkan jadwal pembacaan putusan gugatan sistem pemilu pada Kamis 15 Juni 2023.