REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Denny Indrayana memprediksi lima jenis putusan yang berpeluang diambil Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu.
Pertama, Denny menduga putusan gugatan pemohon tidak dapat diterima karena para pemohon tidak punya legal standing. Dengan demikian sistem pileg tetap proporsional terbuka atau tidak ada perubahan. Kemungkinan kedua menurut Denny yaitu MK menolak seluruhnya karena permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan.
"Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan," kata Prof Denny kepada wartawan dalam keterangannya, Selasa (13/6/2023).
Peluang putusan ketiga menurut Denny MK mengabulkan seluruhnya atau artinya sistem pileg berubah menjadi proporsional tertutup. Hanya saja, patut disimak apakah MK akan langsung memutuskannya bisa diterapkan pada Pemilu 2024 atau ditunda pelaksanaannya.
"Kalau MK mencari jalan kompromi antara berbagai kepentingan politik maka putusannya akan mengabulkan seluruh permohonan, yang artinya mengganti sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, namun diberlakukan untuk pemilu selanjutnya, tidak langsung berlaku di 2024," ujar Denny.
Walau demikian, Denny menyebut peluang keempat yang bisa terjadi dari putusan MK ialah mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) antara penerapan proporsional tertutup yang memperhatikan nomor urut, sambil tetap memperhitungkan suara terbanyak (terbuka), yang akan diterapkan pada Pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
"Kemungkinan kelima MK mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) berdasarkan levelnya, misalnya proporsional tertutup untuk DPR RI, dan terbuka untuk tingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, atau sebaliknya, yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya," ucap guru besar hukum tata negara itu.
Di sisi lain, Denny menyinggung putusan MK sulit diprediksi kalau melihat komposisi sembilan hakim MK. Meski menurutnya bukan tidak bisa dilihat dari kecenderungan konservatif dan progresif posisi hakim selama ini.
Denny mencontohkan di Amerika Serikat, hakim agung yang dinominasikan Presiden dari Partai Republik akan cenderung konservatif, sebaliknya yang diusulkan Presiden dari Demokrat akan condong progresif.
"Saat ini, yang paling lepas-bebas memberikan keputusan adalah Hakim Wahiddudin Adam karena akan pensiun pada umur 70 tahun di 17 Januari 2024," ujar Denny.
Diketahui, MK akan mengumumkan jadwal pembacaan putusan gugatan sistem Pemilu pada Kamis 15 Juni 2023. Putusan tersebut bakal menentukan apakah sistem Pemilu tetap terbuka atau kembali tertutup seperti di era Orde Baru.
Sebelumnya, gugatan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan oleh pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono beserta koleganya. Mereka keberatan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan eks Wamenkumham Denny Indrayana menyatakan ada kemungkinan pelaksanaan Pemilu 2024 tertunda apabila MK memutuskan penggunaan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai.
Gugatan ini mendapat sorotan publik karena Denny membocorkan putusannya akan berupa proporsional tertutup. Padahal tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka.