Kamis 15 Jun 2023 12:38 WIB

Warga Paris Bakal Hidup Berdampingan dengan Tikus? Penyakit Ini Paling Mungkin Melanda

Gigitan, cakaran, dan kencing tikus bisa menjadi sumber penyakit.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Seekor tikus melintasi platform kereta bawah tanah (Ilustrasi). Populasi tikus di Paris, Prancis sudah terlalu banyak.
Foto: AP Photo/Richard Drew
Seekor tikus melintasi platform kereta bawah tanah (Ilustrasi). Populasi tikus di Paris, Prancis sudah terlalu banyak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah hama tikus yang kian tak terkendali memaksa warga Paris, Prancis untuk hidup berdampingan dengan tikus. Beberapa kota besar lain di dunia, seperti New York, juga mulai kewalahan dalam menghadapi munculnya serangan tikus.

Ketika manusia harus hidup berdampingan dengan populasi tikus yang besar, risiko masalah kesehatan tentu tak terelakkan. Keberadaan tikus liar yang tak terkendali bisa menularkan sejumlah penyakit kepada manusia.

Baca Juga

Penyakit-penyakit tersebut bisa ditularkan melalui gigitan atau cakaran tikus hingga makanan yang terkontaminasi oleh tikus. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), beberapa jenis penyakit yang dapat disebabkan atau ditularkan oleh tikus adalah leptospirosis, pes, dan infeksi hantavirus.

Penyakit lain yang juga patut diwaspadai bila manusia hidup berdampingan dengan tikus liar adalah rat bite fever atau demam gigitan tikus. Demam gigitan tikus disebabkan oleh bakteri Streptobacillus moniliformis atau Spirillum minus yang bisa ditemukan di mulut, hidung, sekresi konjungtiva, dan urin tikus.

Menurut CDC, sekitar 10-100 persen tikus peliharaan dan tikus laboratorium serta sekitar 50-100 persen tikus liar membawa Streptobacillus moniliformis. Sedangkan Spirillum minus dapat ditemukan pada sekitar 25 persen tikus liar.

Kasus demam gigitan tikus akibat Streptobacillus moniliformis umumnya ditemukan di negara barat, seperti Amerika Serikat. Sedangkan kasus demam gigitan tikus akibat Spirillum minus lebih sering ditemukan di Asia.

Seperti dilansir National Institute of Health pada Kamis (15/6/2023), sebagian besar kasus demam gigitan tikus terjadi di Jepang. Akan tetapi, kasus ini juga ditemukan di berbagai wilayah lain, seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, dan Afrika.

Demam gigitan tikus bisa dikatakan sebagai penyakit yang cukup langka. Akan tetapi, lebih dari 50 persen kasusnya terjadi pada anak.

Mewaspadai penularan dan gejala

Demam gigitan tikus bisa mengenai manusia melalui beberapa cara. Cara yang paling umum adalah melalui gigitan atau cakaran tikus yang membawa bakteri.

Selain tikus, penyakit ini juga bisa ditularkan melalui hewan pengerat lain yang membawa bakteri penyebab demam gigitan tikus. Penularan juga dapat terjadi ketika manusia berkontak dengan tikus atau hewan pengerat pembawa bakteri dan terpapar oleh liur dan urinenya.

CDC mengungkapkan bahwa bakteri penyebab demam gigitan tikus bisa masuk ke dalam tubuh manusia lewat luka terbuka, kulit terbuka, atau selaput lendir seperti mata, hidung, serta mulut.

"Konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi feses atau urin dari hewan pengerat yang membawa bakteri (juga bisa menjadi sarana penularan)," ujar CDC seperti dilansir laman resminya pada Kamis (15/6/2023).

Demam gigitan tikus pada manusia hanya disebabkan oleh tikus atau hewan pengerat yang membawa bakteri. Penyakit ini tidak menular antarmanusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement