REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI meminta Kementerian Agama (Kemenag) menindak secara persuasif dalam persoalan Pondok pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat. Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisi VIII DPR RI, Iskan Qolba Lubis.
"Kita minta Kemenag persuasif, ada apa, kalau ada masalah pemahaman diselesaikan dengan pemikiran. Apa lagi punya sumber daya, ada properti harus dipergunakan sebaiknya. Tetapi anak-anak jangan jadi korban kalau sampai (adanya) aliran tidak benar mereka," kata Iskan pada Rabu (21/6/2023)
"Kemenag punya wewenang, bisa cabut izin ya atas nama pemerintah. Punya wewenang untuk memaksa sesuai UU.
Kemenag punya supervisi pengarahan, murid perlu diselamatkan juga, dialog," lanjut dia.
Di samping itu, Iskan ingin para santri yang menimba ilmu di Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat perlu mendapatkan pertolongan agar mereka tidak menjadi korban dari aliran-aliran yang tidak benar.
"Terlalu banyak kontroversi maka yang perlu dilakukan pertama kepada siswa-siswinya. Kalau ada dugaan-dugaan aliran yang tidak benar, mereka korban. Jangan sampai mereka jadi korban," kata Iskan.
Kemenag perlu melakukan investigasi terkait proses belajar Pesantren Al Zaytun. Apabila ada yang tidak sesuai dengan Undang-undang Pesantren maka itu perlu ditindak lebih lanjut.
"Kalau ada pelanggaran hukum, sudah bukan wewenang Kemenag. Sudah wewenang penegak hukum. Harus tetap melakukan (investigasi) Kemenag Leading Sector penanganan pesantren," kata Iskan.
Ponpes Al Zaytun telah menjadi pusat perhatian publik karena aktivitas-aktivitas menyimpang dan praktik aliran sesat. Beberapa masalah Ponpes Al Zaytun yang dianggap kontroversial di antaranya, Sholat Eid yang bercampur antara jamaah laki-laki dan perempuan. Pesantren Al Zaytun telah dikritik karena membolehkan sholat Eid yang bercampur antara jamaah laki-laki dan perempuan.