REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo melakukan refleksi terhadap perjalanan Kurikulum Merdeka sejak pengembangan prototipe hingga penerapan secara sukarela pada 2022 dan 2023. Dia menyebutkan, tahun ini akan ada lebih banyak satuan pendidikan yang akan menerapkan kurikulum anyar tersebut, bahkan mencapai 70 persen satuan pendidikan.
“Karena ini adalah proses yang membutuhkan waktu, Kemendikbudristek menerapkan Kurikulum Merdeka secara bertahap,” ujar pria yang kerap disapa Nino itu di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Dia menjelaskan, prototipe Kurikulum Merdeka mulai dikembangkan pada 2020 lalu. Kemudian, pada 2021 uji coba penerapan kurikulum tersebut dilakukan di 3.000 satuan pendidikan. Setahun berikutnya, Kurikulum Merdeka diterapkan secara sukarela, yang mana ada 140.000 satuan pendidikan yang mulai mencoba menerapkannya.
“Penerapan secara sukarela pada tahun 2022, yang diikuti 140 ribu satuan pendidikan. Dan penerapan sukarela lagi pada tahun ini, yang insyaallah akan diikuti lebih banyak lagi, yaitu 160 ribuan satuan pendidikan,” kata Nino sambil mengungkapkan tahun ini sekitar 70 persen satuan pendidikan sudah akan menerapkan Kurikulum Merdeka.
Anindito mengatakan, proses tersebut menjadi penting sehingga tahun depan, yakni 2024, ketika Kurikulum Merdeka ditetapkan sebagai kurikulum nasional, sebagian besar sekolah sebenarnya sudah secara sukarela berganti dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka. Dia mengingatkan, perubahan ke Kurikulum Merdeka hanyalah permulaan, awal dari proses untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
“Jangan sampai perubahan kurikulum berhenti pada formalitas dan status administratif belaka. Itu hal terakhir yang kita inginkan. Perubahan kurikulum harus dimaknai sebagai momentum untuk belajar menjadi guru, belajar menjadi kepala satuan pendidikan, yang lebih reflektif dan terus meningkatkan kualitas pembelajaran,” kata dia.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan, Kurikulum Merdeka hadir untuk menuntaskan persoalan krisis pembelajaran yang sudah berlangsung lama. Nadiem mengatakan, kurikulum yang hadir di tengah pandemi Covid-19 itu memiliki prinsip yang adaptif, fleksibel, dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi.
“Kurikulum Merdeka hadir untuk menuntaskan persoalan krisis pembelajaran yang sudah berlangsung lama ditambah kehilangan pembelajaran akibat pandemi Covid-19. Dengan berfokus pada materi pembelajaran yang lebih esensial, menyenangkan, relevan, dan mengutamakan perkembangan kompetensi peserta didik,” ujar Nadiem.
Nadiem meyakini, prinsip Kurikulum Merdeka yang adaptif dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi, sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, dan fleksibel membuat guru dapat leluasa untuk menciptakan pembelajaran. Para guru yang juga dapat berfokus pada kebutuhan murid merupakan kelebihan dan pembeda Kurikulum Merdeka dari kurikulum-kurikulum sebelumnya.
“Setiap anak Indonesia berhak untuk mendapatkan pembelajaran yang jauh lebih berkualitas, jauh lebih menyenangkan, dan jauh lebih bermakna,” terang Mendikbudristek mengenai salah satu tujuan dari Kurikulum Merdeka.