REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ronald Rulindo, PhD, Dosen Program Studi Bisnis Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ketua Bidang Hubungan Internasional, Masyarakat Ekonomi Syariah
Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2023 mengamanatkan visi untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, makmur, dan madani dengan menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Salah satu caranya adalah dengan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri halal global. Tujuan tersebut sepertinya masih belum dapat dicapai.
Indonesia masih berkutat pada memperbanyak jumlah UMKM yang mendapatkan sertifikasi halal. Inisiatif ini penting tetapi belum efektif dalam mencapai visi yang telah ditentukan.
Di sisi lain, produk halal dari Indonesia bukannya tidak ada yang berhasil go global. Sebagai contoh, Indomie sudah beredar di banyak negara, termasuk negara-negara di Timur Tengah. Menariknya, tidak ada logo halal pada produk Indomie yang dijual di Saudi Arabia, begitupun pada produk lain yang beredar di sana. Namun umumnya, kemasan produk-produk yang dijual berbahasa Arab sehingga bisa dipahami oleh calon pembeli setempat.
Berdasarkan kondisi tersebut, tantangan sebenarnya pelaku industri halal untuk masuk ke Timur Tengah bukan pada keharusan untuk mendapatkan sertifikasi halal di Indonesia, melainkan bagaimana bisa masuk ke pasar luar negeri dan diterima oleh penduduk setempat. Pastinya, akan ada beberapa regulasi yang memang harus dipenuhi. Namun, akan sulit bagi pelaku UMKM untuk masuk ke pasar global jika mereka berjuang sendiri-sendiri tanpa ada pihak yang menjadi koordinator untuk mewujudkan tujuan ini.
Indonesia Halal Store Sebagai Solusi
Diperlukan terobosan inovatif dan masif untuk mewujudkan mimpi Indonesia menjadi pusat industri halal dunia. Salah satunya adalah dengan mewujudkan Indonesia Halal Store (IHS) yang dapat dimulai di sekitar kawasan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Toko ini dapat menjual produk-produk halal UMKM Indonesia yang diperlukan oleh jamaah haji, termasuk menyediakan take away restoran yang menjual makanan dan minuman khas Indonesia.
Paling tidak, terdapat empat alasan di balik rekomendasi IHS ini. Pertama, haji dan umrah menawarkan captive market yang pasti. Produk-produk yang dibutuhkan pun relatif jelas, dan sudah banyak diproduksi oleh UMKM dalam negeri. Pekerjaan yang perlu dilakukan adalah bagaimana kualitas produk tersebut dapat dipastikan memenuhi persyaratan untuk ekspor ke negara tujuan.
Kedua, toko ini akan menjadi ujung tombak penjualan produk industri halal Indonesia. Dengan berada di pusat aktivitas umat Islam dunia, IHS akan dikenal oleh umat Islam dari berbagai negara. Dari situlah kemudian pengembangan cabang toko ini akan dimulai, tidak hanya di Arab Saudi dan Timur Tengah, tetapi juga bisa dikembangkan di negara-negara lainnya.
Ketiga, toko ini akan menjadi anchor untuk produk-produk halal UMKM Indonesia. Sangat tidak mungkin UMKM dapat maju sendiri masuk pada pasar internasional dan bersaing dengan produk perusahaan yang lebih besar dengan modal yang kuat. Dengan kehadiran IHS ini, produk-produk UMKM tersebut akan lebih mudah menjangkau berbagai negara.
Alasan keempat, sedikit di luar konteks. IHS juga dapat digunakan olen Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku pemegang saham Bank Muamalat Indonesia (BMI) untuk membantu memperbaiki kinerja keuangan bank tersebut. Para calon jamaah haji, dan mungkin juga calon jamaah umrah dapat dibuatkan rekening simpanan pada BMI.
Setelah itu, dana manfaat dari investasi dana haji yang telah dibayarkan oleh nasabah dan dikelolah oleh BPKH dapat dibayarkan melalui rekening BMI tersebut, untuk kemudian dapat digunakan di toko-toko IHS yang ada. Harapannya, setelah pulang ke Indonesia, jamaah haji dan jamaah umrah dapat terus menggunakan layanan dari BMI.