Kamis 06 Jul 2023 19:25 WIB

Ibnu Al Nafis: Menjadi Dokter Karena tak Percaya pada Dokter yang Merawatnya

Ibnu Al Nafis dikenal dalam ilmu kedokteran karena penemuannya.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Ibnu Al Nafis dikenal dalam ilmu kedokteran karena penemuannya. Foto: Praktik kedokteran Islam tempo dulu (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Ibnu Al Nafis dikenal dalam ilmu kedokteran karena penemuannya. Foto: Praktik kedokteran Islam tempo dulu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ibnu Al Nafis memiliki nama lengkap yaitu Abu al-Hasan 'Ala al-Din Ali bin Abi Hazm al-Qurashi al-Dimashqi. Dia lahir pada sekitar tahun 1213 di kota Damaskus, Suriah.

Banyak sejarawan yang tidak setuju Ibnu Al Nafis disebut Al Qurasyi. Ada yang menyebut Ibnu Al Nafis asal muasalnya dari suku Quraisy di Hijaz. Ada pula yang menyebut bahwa dia berasal dari desa "Qarsy", dekat kota Damaskus. Dia dipanggil Ibnu Al Nafis karena dinisbatkan pada nama belakang keluarganya.

Baca Juga

Ibnu Al Nafis dikenal dalam ilmu kedokteran karena penemuan hebatnya, khususnya pada fisiologi sirkulasi darah. Namun, dia juga sosok ilmuwan multidisiplin yang mempelajari banyak ilmu.

Ibnu Al Nafis semasa kecil belajar baca dan menulis di Damaskus. Dia juga menghafal Alquran dan mempelajari beberapa fiqih dan hadits. Setelah itu ia mengkhususkan diri mempelajari ilmu kedokteran ketika dia berusia 22 tahun.

Tempat belajarnya adalah rumah sakit bernama Bimaristan Al-Nuri yang terletak di jantung Damaskus yang dibangun oleh Raja al-Adil Nur al-Din Zangi pada tahun 1154. Rumah sakit ini dibangun bagi warga yang membutuhkan. Rumah sakit Bimaristan Al Nuri kelak menjadi rumah sakit dan sekolah kedokteran paling terkenal di negara-negara Islam.

Di sekolah kedokteran Bimaristan Al Nuri itu juga, Ibnu Al Nafis mendedikasikan dirinya sebagai guru. Di antara murid seniornya adalah Ibnu Sina dan Al Zahrawi. Ibnu Al Nafis diketahui memilih mempelajari ilmu kedokteran setelah ia mengalami masalah kesehatan.

"Saat sembuh dari penyakit itu, ketidakpercayaanku kepada para dokter (yang merawat dirinya) membawaku untuk bekerja di industri kedokteran untuk memberi manfaat bagi banyak orang yang mengidap penyakit," kata Ibnu Al Nafis dalam salah satu bukunya, dikutip dari Arabic Post.

Banyak literatur sejarah menyebutkan, Ibnu Al Nafis belajar kedokteran di Bimaristan al-Nuri di bawah Muhzhab al-Din Abd al-Rahim. Muhzhab dikenal sebagai "Al-Muhzhab Al-Dakhwar", dan salah satu dokter besar dalam sejarah Islam.

Setelah hanya beberapa tahun belajar di Al-Nuri Bimaristan, Ibnu Al Nafis menjadi seorang dokter terkenal di Damaskus. Kemudian pindah bekerja ke kota Kairo, Mesir, yang saat itu menjadi ibu kota negara bagian Dinasti Ayyubiyah.

Di sanalah Ibnu Al Nafis bekerja di Bimaristan Nasserite, yang dibangun oleh Salahuddin Al Ayyubi pada tahun 1182. Menurut surat kabar Mesir "Rose al-Yusuf", Ibnu Al Nafis mulai bekerja di rumah sakit besar itu ketika ia berusia 28 tahun, tempat di mana dia lulus dan menjadi dokter kepala.

Sejalan dengan praktik kedokterannya di Mesir, Ibnu Al Nafis mulai menulis buku-bukunya yang terkenal. Dan pada tahun 1242 dia selesai menulis bukunya yang terkenal sampai sekarang, berjudul 'Syarh Tasyrih Al-Qonun li Ibnu Sina' (Penjelasan Anatomi Hukum Ibnu Sina). Buku ini meliputi penemuan bersejarah yang membahas tentang sirkulasi darah, sebagai tanggapan atas buku Ibnu Sina.

Ibnu Al Nafis hidup melalui periode penting dalam sejarah Islam, yakni ketika bangsa Mongol menginvasi negara-negara Muslim sebelum Mamluk berhasil mengalahkan mereka. Surat kabar Mesir menyebutkan bahwa buku-bukunya ada di perpustakaan Baghdad, yang dibakar oleh bangsa Mongol setelah mereka menyerbu kota itu.

Pada tahun 1260, Ibnu Al Nafis menjadi dokter pribadi sultan dinasti Mamluk di Mesir, al-Zahir Baibars. Dia terus merawatnya sampai meninggal dunia pada tahun 1277. Selama itu Mesir mengalami bencana kesehatan yang parah.

Pada tahun 1272, wabah mematikan melanda negara itu. Menewaskan ratusan wanita, anak-anak, dan pria. Saat itu, Ibnu Al Nafis muncul sebagai bintangnya. Dia memimpin kampanye untuk melenyapkan wabah tersebut, dan berhasil.

Keberhasilan itu membuat ia mendapat ketenaran dan posisi bergengsi di antara orang Mesir. Ia dikenal sebagai "Abu al 'Ala al Qurasyi al Masri". Setelah itu, Sultan Al-Zahir Baybars menghormatinya dengan sejumlah besar uang.

Uang tersebut digunakan Ibnu Al Nafis untuk membeli rumah yang luas di pulau Al-Rawda di Sungai Nil. Dia mendirikan sekaligus memiliki majelis ilmiah, sastra, dan agama yang sering dikunjungi oleh para sarjana dan syekh Kairo.

Setelah kematian al-Zahir Baybars, putranya al-Malik al-Said menggantikan posisi tahta negara bagian Mamluk, kemudian putra keduanya, sebelum akhirnya al-Mansur Saif al-Din Qalawun dilantik sebagai penguasa negara pada tahun 1279.

Sultan Qalawun mengikuti pendekatan pendahulunya yang memiliki minat besar pada pengobatan. Ia pun mendirikan sebuah rumah sakit besar di Kairo bernama "Al-Bimaristan Al-Mansuri, dan menunjuk Ibnu Al Nafis sebagai kepala dokternya. Posisi inilah yang Al Nafis tinggali sampai wafat pada tahun 1288.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement