REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris DPRD Kabupaten Pemalang Sodik Ismanto (SI). Yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Kasus ini juga melibatkan mantan bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo (MAW). "Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan tersangka SI selama 20 hari pertama, mulai tanggal 6 Juli 2023 sampai dengan 25 Juli 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Asep menjelaskan rangkaian kasus tersebut berawal saat mantan bupati Pemalang periode 2021-2026 Mukti Agung Wibowo akan melakukan perubahan komposisi dan rotasi pada beberapa level jabatan di Pemerintahan Kabupaten Pemalang. Mukti kemudian mempercayakan Komisaris PD Aneka Usaha Adi Jumal Widodo untuk mengurus pengaturan proyek termasuk mengatur rotasi, mutasi dan promosi para ASN di Pemkab Pemalang.
Kemudian Mukti memerintahkan Badan Kepegawaian Daerah Pemkab Pemalang membuka seleksi terbuka untuk posisi jabatan eselon IV, eselon III dan eselon II. Ada beberapa jabatan yang dikondisikan bagi para ASN yang berkeinginan untuk menduduki jabatan eselon IV, eselon III dan eselon II dengan kisaran tarif bervariasi mulai Rp 15 juta sampai Rp 100 juta.
Tersangka SI kemudian memberikan Rp 100 juta untuk mengikuti seleksi posisi jabatan eselon II, sebagaimana tawaran dari Adi Jumal Widodo agar dapat dinyatakan lulus. Penyerahan uang dilakukan secara tunai di kantor Adi Jumal Widodo dan selalu diinformasikan pada Mukti Agung Wibowo.
Beberapa waktu setelah dilakukan penyerahan uang tersebut, SI kemudian dinyatakan lulus seleksi dan menduduki jabatan eselon II. Uang tersebut kemudian diistilahkan sebagai 'uang syukuran' dan selanjutnya digunakan Adi Jumal Widodo membiayai berbagai kebutuhan Mukti Agung Wibowo.
Atas perbuatannya tersangka SI dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.