Jumat 28 Jul 2023 17:18 WIB

Kekeringan, 12 Hektare Lahan Pertanian di Selatan Sukabumi Terancam Gagal Panen

Kerugian akibat bencana kekeringan di Selatan Sukabumi mencapai sekitar Rp 40.000.000

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani memotong sisa padi di lahan pertanian (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Petani memotong sisa padi di lahan pertanian (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Bencana kekeringan akibat musim kemarau mulai berdampak pada lahan pertanian di selatan Kabupaten Sukabumi. Pasalnya sudah ada belasan hektare lahan pertanian yang terancam gagal panen akibat kekeringan di Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi.

Data Pusdalops PB Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi menyebutkan, bencana kekeringan misalnya terjadi di Kampung Naringgul RT 01 RW 08, Desa/Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi. "Bencana kekeringan akibat musim Kemarau mulai berdampak pada lahan pertanian," ujar Petugas Penanggulangan Bencana Kecamatan (P2BK) Jampangtengah, Sukabumi Dadi Supardi, Jumat (28/7/2023).

Sebab kata dia, sudah lebih dari satu bulan tidak turun hujan di lokasi kejadian yang mengakibatkan berkurangnya debit air Sungai Cidahu di Kampung Naringgul RT 01 08 Desa Jampangtengah, Kecamatan Jampangtengah, Sukabumi. Sehingga lahan sawah seluas kurang lebih 12 Hektare terancam kekeringan dan sebagian sudah mengalami kekeringan.

"Lahan pertanian kurang lebih 12 hektare, tanaman padi sawah terancam gagal panen," ungkap Dadi. Kerugian akibat bencana kekeringan mencapai sekitar Rp 40.000.000.

P2BK kata Dadi, telah berkoordinasi dengan Forkopimcam Jampangtengah dan Pemdes Jampangtengah dalam menangani bencana ini. Selain itu memberikan imbauan untuk tetap waspada kepada warga sekitar dalam menghadapi musim kemarau tahun ini.

Sebab lanjut Dadi, bencana ini bisa berdampak pada krisis air bersih dan potensi terjadi kebakaran lahan dan hutan. "Kebutuhan di lapangan 25 batang pipa paralon enam inchi untuk memindahkan aliran irigasi dari tempat semula ke arah hulu sungai," katanya.

Hal ini karena debit air di hulu sungai masih relatif lebih besar dibanding di hilir sungai. Namun kata Dadi, belum ada penanganan dari pihak manapun.

Di sisi lain, warga setelah mendapat bantuan pipa paralon bersedia mengerjakan pemasangannya secara gotong royong. "Warga ingin agar areal pertanian bisa terairi air," ungkap Dadi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement