Ahad 30 Jul 2023 19:16 WIB

Survei Utting Research dari Australia yang 'Berbeda'

Menurut Utting Research, elektabilitas Anies tak jauh dari Ganjar dan Prabowo.

Presentasi hasil survei politik. (Ilustrasi)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Presentasi hasil survei politik. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Lembaga riset yang berbasis di Australia, Utting Research, baru saja merilis hasil survei terkait elektabilitas tokoh yang digadang-gadang menjadi bakal calon presiden (capres) pada 2024. Hasilnya bisa dibilang relatif berbeda dengan survei-survei yang digelar oleh lembaga survei nasional di mana kesimpulannya hanya Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo yang benar-benar akan bersaing di pilpres.

Baca Juga

Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (28/7/2023), Utting Research menyatakan, elektabilitas tiga bakal capres itu yakni Ganjar Pranowo 34 persen, Prabowo Subianto 33 persen dan Anies Baswedan 27 persen. Sebanyak 3 persen responden menjawab rahasia dan atau belum memutuskan, sementara 3 persen lainnya tidak menjawab.

"Ketiga bakal calon presiden itu memiliki perolehan suara yang tak berjauhan," ujar Managing Director Utting Research John Utting.

Menurut dia, dengan selisih yang tipis di antara ketiga calon itu, kompetisi masih rentan terjadi perubahan pilihan pemilih menjelang pemilihan presiden nantinya.

"Pilpres 2024 Indonesia sangat menarik. Hingga delapan bulan menjelang hari pemilihan, pemenangnya masih sangat tidak jelas. Tiga kontestan terkuat masih sangat berimbang elektabilitasnya," jelasnya.

Survei Utting Reserach menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sebesar 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Berdasarkan jadwal yang ditetapkan oleh KPU RI, pendaftaran bakal capres dan calon wakil presiden (cawapres) dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai 25 November 2023.

Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai temuan Utting Research secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan situasi saat ini. Menurut dia, ketiga capres sama-sama memiliki peluang untuk menang di Pilpres 2024. 

"Ini karena tiga tokoh dominan belum miliki basis pemilih loyal yang bisa membuat mereka meyakini akan menang," ujar Dedi dalam keterangannya, Ahad (30/7/2023).

Dedi mengatakan, belum ada satu bakal capres yang sedemikian hebat sehingga paling berpeluang menang, baik Ganjar, Prabowo, maupun Anies. Dalam catatan IPO, pemilih loyal Ganjar sangat minim karena didominasi oleh pemilih PDIP dan Jokowi. 

Menurutnya, jika situasi berubah dan Jokowi mengarah ke Prabowo, maka pemilihnya bisa dipastikan akan mengikuti perubahan tersebut. Begitu halnya Anies, dari tiga partai yang mendukung, belum terlihat kontribusi partai terhadap elektabilitas Anies.

"Ini juga membuat elektabilitas tidak stabil untuk saat ini," ujarnya.

Dedi melanjutkan, survei IPO juga memotret elektabilitas Anies dalam situasi dinamis dan baik, bahkan pada periode survei terbaru bulan Juni lalu. Justru Ganjar justru berada pada posisi ketiga karena sebaran elektabilitasnya yang tidak proporsional dan hanya dominan di sedikit provinsi.

"Bahkan, sebaran suara PDIP sekalipun tidak dominan unggul, berbeda dengan Gerindra yang unggul dominan ke Prabowo, dan PKS yang unggul dominan ke Anies. Dari semua partai di Parlemen hanya PDIP yang tertinggi akan memilih Ganjar," ujarnya.

Karena itu, dia menilai, banyak faktor yang berpengaruh dalam kemenangan capres, mulai dinamika propaganda dan situasi politik nasional akan mempengaruhi pilihan pemilih. Utamanya karena di luar tiga tokoh itu masih ada pengaruh Jokowi yang juga punya basis pemilih, sehingga membuat hasil survei masih sangat dinamis.

"Survei pada dasarnya hanya mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat sementara, momentum, sehingga kondisi politik dan propaganda sangat berperan, semisal pada saat periode survei Prabowo sedang dalam propaganda yang baik, dipastikan hasil survei juga baik. Begitu pula jika sebaliknya," ujarnya.

Adapun pengamat dari lembaga Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan, survei adalah parameter politik untuk melihat situasi politik yang berkembang saat ini. Sehingga survei bersifat dinamis.

"Survei kan bersifat dinamis. Dalam sebulan, dalam dua bulan, survei itu kan bisa berubah secara signifikan, tinggal bagaimana mengkapitalisasi dan melakukan konsolidasi kerja-kerja politik yang konkret untuk terus meyakinkan para pemilih di bawah," ujar Adi dalam keterangannya kepada wartawan, Ahad (30/7/2023).

Karena itu, perolehan Anies di survei Utting Research dapat dikatakan temuan terbaru. Namun demikian, Adi menilai perlunya menguji data-data, metodologi, sampling dan indikator lainnya.

"Karena survei itu bukan hanya tampakan hitam dan putih siapa yang mendapatkan berapa persen, tetapi harus dicek jangan-jangan soal metodologi, jangan-jangan tentang samplingnya seperti apa. Itu yang harus dilihat secara utuh tapi overall survei itu adalah alat untuk mendeteksi bagaimana kecenderungan pemilih saat ini," ujarnya.

Adi mengatakan, hasil survei saat ini belum tentu sama dgn survei bulan depan. Begitu juga, survei saat ini belum tentu sama dengan survei tiga atau empat bulan ke depan.

"Jadi survei itu kadang up and down, turun naik. Tergantung bagaimana persepsi publik, tergangung bagaimana eskalasi kerja kerja politik yang bisa meyakinkan masyarakat datang ke TPS dan memilih," ujarnya.

Meski demikian, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai wajar jika elektabilitas Anies ini menjadi kepercayaan diri Koalisi Perubahan untuk memenangkan Pilpres 2024. Kendati, survei masih menempatkan Anies di posisi ketiga di bawah Ganjar dan Prabowo.

"Tentu wajar kemudian membuat poros perubahan itu confident ya wajar karena mereka akan mengkapitalisasi semua isu semua temuan temuan yang menguntungkan kpd mereka. Termasuk survei dari luar ini, tapi kalau melihat kecenderungan secara umum survei Australia ini kan masih tetap menempatkan Anies berada di nomor tiga ya di bawah Prabowo dan Ganjar," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement