Selasa 01 Aug 2023 13:01 WIB

Berpolitik Bukan Soal Jabatan dan Kekuasaan, ini Penjelasannya

Politik membangun dan mengatur dinamika berbangsa.

Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Rachmad Gobel (kiri), Azis Syamsuddin (kedua kiri), dan Sufmi Dasco Ahmad (kanan) mengetuk palu saat memimpin Rapat Paripurna ke-3 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Rachmad Gobel (kiri), Azis Syamsuddin (kedua kiri), dan Sufmi Dasco Ahmad (kanan) mengetuk palu saat memimpin Rapat Paripurna ke-3 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Teritorial Pemenangan Sulawesi Partai NasDem Rachmat Gobel mengatakan berpolitik bukan soal jabatan dan kekuasaan.

"Tapi untuk apa jabatan dan kekuasaan tersebut," katanya saat menutup Orientasi Calon Anggota DPRD Partai NasDem se-Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari, Senin (31/7/2023).

Baca Juga

Orientasi itu berisi materi tentang visi-misi Partai NasDem sebagai gerakan perubahan dan gerakan restorasi Indonesia, pemahaman tentang menjadi wakil rakyat, hingga tentang regulasi mengenai pemilihan umum.

Acara yang berlangsung sehari penuh itu dibuka oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.

Lebih lanjut Rachmad mengatakan menjadi wakil rakyat bukan sekadar memahami prinsip-prinsip tiga tugas pokok anggota DPR/DPRD tentang penganggaran, legislasi, dan pengawasan, tapi yang pertama dan utama adalah tentang titik berangkat menjadi politisi.

"Mulai dari nawaitunya, dari niatnya. Semua harus berangkat dari hati," kata Rachmad dikutip dari siaran pers.

Rachmad pun mencontohkan, sebagai wakil rakyat, DPR telah menyetujui UU Cipta Lapangan Kerja karena ingin menaikkan investasi.

Setelah undang-undang itu berlaku, lanjut dia, DPR mempertanyakan kepada pemerintah sampai di mana pelaksanaan undang-undang tersebut.

"Ternyata investasi tidak naik seperti yang diharapkan. Ini harus kita evaluasi. Berarti ada sesuatu. Investor kan memiliki penilaian juga terhadap Indonesia. DPR mempertanyakan kinerja pemerintah soal ini," katanya.

Selain itu, kata dia, investasi yang masuk ke Indonesia harus memberikan nilai tambah bagi kemajuan Indonesia, khususnya dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

"Jangan sampai kita cuma menjadi pesuruh para investor asing tersebut. Kita harus menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement