REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pengamat Amerika Serikat (AS) berada di Israel untuk menilai kondisi di perlintasan perbatasan. Mereka secara diam-diam melihat kondisi alur warga Palestina-Amerika yang melintas ke Tepi Barat.
Para pejabat yang menolak untuk menyebutkan nama atau kewarganegaraannya mengatakan, delegasi tersebut mengunjungi kantor imigrasi Israel pada Ahad (30/7/2023). Kemudian mereka menuju Bandara Ben Gurion pada Senin (31/7/2023), dan akan mengunjungi pos pemeriksaan di perbatasan wilayah pendudukan Tepi Barat pada Selasa (1/8/2023).
Pemantauan itu merupakan imbalan atas akses bebas visa bagi warga Israel. Washington telah menuntut agar Tel Aviv menyediakan jalur timbal balik tanpa batas bagi warganya, terlepas dari latar belakang termasuk warga negara ganda Palestina-Amerika.
Kesepakatan ini akan merombak aturan perjalanan bagi puluhan ribu orang Palestina-Amerika yang tinggal di Tepi Barat. Beberapa di antaranya mengeluh tentang hinaan atau larangan bepergian ketika mencoba mengunjungi kerabat.
Dalam masa percobaan enam pekan yang diluncurkan pada 20 Juli, Israel harus menunjukkan bahwa mereka menerima orang Amerika tanpa perlakuan berbeda sebagai syarat untuk masuk ke Program Pengabaian Visa AS (VWP). Batas waktu keputusan tentang kesepakatan yang akan memungkinkan perjalanan AS bebas visa untuk warga Israel adalah 30 September.
Sejak masa percobaan dimulai, orang Amerika keturunan Palestina mengklaim sudah ada perbedaan. Abdul Jalil Juda mengatakan, bisa pulang ke Tepi Barat melalui Ben Gurion daripada terbang ke Yordania dan melakukan perjalanan darat seperti yang dilakukan sebelumnya.
"Itu lancar. Ketika mereka (keamanan bandara) mengetahui Anda orang Palestina, mereka mencari secara menyeluruh, tetapi prosedurnya lancar. Ini pertama kalinya bagi saya setelah keputusan itu. Lebih mudah bagi kami," katanya.
"Kau bisa pulang setengah jam lagi," ujar pria berusia 26 tahun itu.
Bahkan orang-orang yang sebelumnya ditolak pun mulai merasakan kelancaran administrasi tersebut. Nerdeen Kiswani, seorang mahasiswa hukum Palestina-Amerika di City University of New York ini menyerukan boikot anti-Israel. Dia memposting foto dirinya di Facebook pekan ini setelah menyeberang dari Yordania ke Tepi Barat di terminal Israel.
Kiswani mengatakan telah ditolak masuk ke sana pada 2015. "Saya memutuskan untuk menggunakan kesempatan program bebas visa ini untuk menemui keluarga saya setelah ditolak haknya selama hampir satu dekade," katanya.
Tapi, Kiswani mengatakan, itu tidak sepenuhnya berjalan mulus. "Saya harus menunggu hampir empat jam dan saya menghubungi Kedutaan Besar AS sebelum diizinkan masuk," katanya menyatakan, sebagian besar keluarga Kiswani menerima kembali visa dan paspornya.
Seorang pejabat mengatakan kepada //Reuters//, bahwa masa uji coba berjalan dengan lancar, tanpa penundaan yang berarti bagi para pengunjung Palestina-Amerika. Pejabat kedua mendukung karakterisasi ini.
Tapi, angka lalu lintas masih sedikit. Ditanya berapa banyak orang Palestina-Amerika yang telah melakukan perjalanan ke atau melalui Israel selama percobaan, para pejabat memberikan penilaian mulai dari dua angka tertinggi sejauh ini hingga antara 100 dan 200 orang.
Kedutaan Besar AS di Yerusalem dan Dewan Keamanan Nasional Israel adalah lembaga yang memantau masa percobaan tersebut. Kedua lembaga itu menolak mengomentari delegasi AS yang berkunjung, termasuk untuk mengkonfirmasi kehadirannya.
Negara sekutu itu telah berusaha untuk membatasi publisitas di sekitar masa percobaan. Program ini berjalan di tengah ketegangan yang luar biasa antara kepemimpinan pemerintahan kedua negara atas kebijakan Palestina yang lebih luas dan masalah lainnya.
Tapi, dua pejabat menyatakan, delegasi AS yang berkunjung terdiri dari perwakilan Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Departemen Luar Negeri AS. Mereka diharapkan menyelesaikan kunjungan pekan ini dan mengajukan laporan di Washington.
Kedutaan Besar AS akan terus memantau masa percobaan tersebut. Mereka mengumpulkan setiap keluhan yang diterima melalui formulir daring dan nomor telepon darurat yang diposting di situs webnya.
The Arab American Institute Foundation menyatakan, jumlah orang Amerika keturunan Palestina berkisar 122.500 hingga 220.000 jiwa. Seorang pejabat AS memperkirakan, dari jumlah itu, antara 45 ribu hingga 60 ribu adalah penduduk Tepi Barat.
Seorang pejabat Israel memberikan angka yang lebih rendah. Dia mengatakan, dari 70 ribu hingga 90 ribu orang Amerika Palestina di seluruh dunia, sekitar 15 ribu hingga 20 ribu adalah penduduk Tepi Barat.
Meski program ini berjalan cukup lancar, masa percobaan tidak berlaku untuk ratusan warga Palestina-Amerika di Jalur Gaza. Wilayah ini diperintah oleh kelompok Hamas yang memiliki status teroris oleh Israel dan AS.