Sabtu 05 Aug 2023 20:52 WIB

Muslim Nilai Upaya Denmark Cegah Berulangnya Penistaan Alquran tak Cukup

Sebanyak tujuh partai oposisi Denmark keberatan larangan pembakaran Alquran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Seorang demonstran wanita memegang Alquran saat melakukan protes di depan Konsulat Jenderal Swedia, di Istanbul, Turki, 22 Januari 2023. Demonstran berkumpul setelah politikus sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan diizinkan menggelar demonstrasi dan membakar salinan Alquran di depan kedutaan Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023.
Foto: AP Photo/Francisco Seco
Seorang demonstran wanita memegang Alquran saat melakukan protes di depan Konsulat Jenderal Swedia, di Istanbul, Turki, 22 Januari 2023. Demonstran berkumpul setelah politikus sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan diizinkan menggelar demonstrasi dan membakar salinan Alquran di depan kedutaan Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Kelompok Danish Muslim Union (DMU) menyambut upaya yang sedang ditempuh Pemerintah Denmark untuk mencegah berulangnya aksi penistaan dan pembakaran Alquran di negara tersebut. Namun DMU, selaku asosiasi Muslim dan masjid terbesar di Denmark menilai, Kopenhagen perlu mengambil langkah lebih komprehensif karena terdapat permasalahan lebih besar di masyarakat.

“Muslim Denmark terbiasa dengan pembakaran Alquran. Faktanya, seluruh fenomena ini dimulai dari Denmark,” kata Juru Bicara DMU Urfan Zahoor, dikutip laman Yeni Safak, Sabtu (5/8/2023).

Baca Juga

Zahoor menjelaskan, DMU sudah sejak lama menyuarakan aksi penistaan atau pembakaran Alquran tidak dilakukan di Denmark atas dasar kebebasan berbicara dan berekspresi. “Selama bertahun-tahun, kami telah mencoba meyakinkan para politisi bahwa tindakan ini seharusnya tidak menjadi bagian dari masyarakat demokratis, tetapi entah bagaimana kami tidak berhasil,” ucapnya.

Terkait prinsip kebebasan berbicara dan berekspresi yang digunakan sebagai dalih dalam aksi penistaan Alquran, Zahoor mengingatkan setiap negara memiliki batasannya masing-masing. “Beberapa (negara) tidak ingin berbicara tentang raja atau ratu, atau mengizinkan penyangkalan Holocaust (pembantaian Yahudi era Perang Dunia II), atau pembakaran bendera negara asing,” katanya.

Menurutnya, setiap negara memutuskan sendiri apa yang baik untuk masyarakat mereka. “Kami ingin meyakinkan orang-orang bahwa masyarakat Denmark yang menjadi bagian kami harus berkembang menjadi masyarakat di mana tidak ada kelompok minoritas yang menjadi sasaran,” ujar Zahoor.

Sementara itu, Asif Manzoor Khan, seorang ilmuwan senior di Universitas Aarhus sekaligus tokoh terkemuka dalam komunitas Muslim Denmark, mengatakan intervensi pemerintah menghentikan pembakaran Alquran tidak akan cukup untuk mengatasi masalah Islamofobia yang lebih besar. “Ini bukan pertama kalinya insiden ini terjadi. Hal-hal ini terjadi, tetapi pemerintah diam. Setidaknya mereka sudah maju sekarang,” katanya ketika diwawancara Anadolu Agency.

Dia menekankan komunitas Muslim memberikan penghormatan penuh kepada negara, pemerintah, dan rakyat Denmark. Namun, mereka berharap penghormatan itu dibalas.

“Harus ada rasa hormat yang sama terhadap komunitas Muslim yang tinggal di negara ini, dan bagi mereka Alquran adalah kitab tertinggi,” ucap Khan.

Tujuh partai oposisi Denmark menyuarakan keberatan...

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement