Senin 07 Aug 2023 06:27 WIB

Akademisi: Penistaan Alquran di Swedia dan Denmark Akibat Disusupi Filsuf Nazi

Pemerintah demokratis harus bisa bedakan antara kebebasan berbicara dan provokasi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Salwan Momika digiring meninggalkan Kedubes Irak
Foto: AP
Salwan Momika digiring meninggalkan Kedubes Irak

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Akademisi Inggris mengatakan, penistaan kitab suci Alquran di negara-negara Skandinavia adalah tindakan ekstremis yang harus dicegah. Seorang profesor masyarakat dan agama di Pusat Studi Islam di Universitas SOAS, Alison Scott-Baumann menyatakan, pembakaran Alquran di negara-negara Skandinavia adalah akibat dari efek yang ditimbulkan oleh wacana para politisi, yang disusupi oleh gagasan menciptakan musuh dalam masyarakat, seperti yang diutarakan oleh filsuf Nazi, Carl Schmidt.

"Pemerintah yang demokratis harus bisa membedakan antara kebebasan berbicara dan provokasi yang disengaja. Ini adalah tindakan provokasi," kata Scott-Baumann, dilaporkan Anadolu Agency, Jumat (4/8/2023).

Baca Juga

Scott-Baumann mengingat keputusan Uni Eropa bahwa, tindakan yang memicu kekerasan bukanlah kebebasan berekspresi tetapi tindakan ilegal. Kendati demikian, Scott-Baumann menekankan bahwa negara-negara Skandinavia memandang diri mereka istimewa dalam hal kebebasan berekspresi.

"Ini, menurut saya, di negara beradab mana pun, ini adalah tindakan ilegal," kata Scott-Baumann.

Filsuf Nazi, Schmitt mengatakan, untuk mencapai masyarakat yang damai, sangat penting untuk membangun musuh internal untuk dibenci.  "Ini adalah situasi saat ini di negara-negara Nordik," kata Scott-Baumann.

Scott-Baumann menambahkan, jika masyarakat menciptakan musuh, orang akan mengarahkan kebencian mereka kepada musuh buatan, bukan pemerintah. Dia menegaskan, media sosial punya peran besar dalam menyebarkan kebencian. Dia mengatakan, media sosial sangat efektif dalam menyiarkan pembakaran Alquran karena pesan kebencian itu menyebar dalam hitungan detik.

Benar-benar tindakan ekstremis....

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement