Rabu 09 Aug 2023 19:17 WIB

Junta Niger Tolak Seluruh Upaya Diplomatik

Niger tidak mau menerima permintaan untuk memulai negosiasi

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Prancis mengutuk kekerasan terhadap misi diplomatiknya di Niger dan berjanji bertindak keras pada setiap serangan
Foto: AP
Prancis mengutuk kekerasan terhadap misi diplomatiknya di Niger dan berjanji bertindak keras pada setiap serangan

REPUBLIKA.CO.ID, NIAMEY -- Junta militer Niger telah menolak upaya diplomatik terbaru untuk melantik kembali presiden yang digulingkan Mohamed Bazoum. Militer pun menolak usulan kunjungan oleh perwakilan Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), Uni Afrika, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (8/8/2023).

Laporan ini muncul dalam surat yang dilihat oleh AP. Isi surat itu menyatakan alasan keamanan yang jelas dalam suasana ancaman terhadap Niger. ECOWAS telah mengancam akan menggunakan kekuatan militer jika junta tidak mengembalikan Bazoum pada hari 6 Agustus 2023, tenggat waktu yang telah diabaikan.

Baca Juga

Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Victoria Nuland bertemu dengan para pemimpin kudeta pada Senin (7/8/2023). Militer Niger menolak untuk mengizinkannya bertemu dengan Bazoum dan tidak mau menerima permintaan untuk memulai negosiasi serta memulihkan aturan konstitusional.

“Percakapan ini sangat jujur dan terkadang cukup sulit karena, sekali lagi, kami mendorong solusi yang dinegosiasikan. Tidak mudah mendapatkan daya tarik di sana. Mereka cukup tegas dalam pandangan mereka tentang bagaimana mereka ingin melanjutkan," kata Nuland kepada wartawan melalui telepon dari Niamey, ibu kota Niger.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, diplomasi adalah jalan yang lebih disukai. Dia mengaku tidak dapat berspekulasi tentang masa depan 1.100 personel militer AS di Niger.

“Apa yang kami lihat di Niger sangat meresahkan dan tidak memberikan apa-apa bagi negara dan rakyatnya. Sebaliknya, gangguan terhadap tatanan konstitusional ini menempatkan kami, dan banyak negara lain, pada posisi di mana kami harus menghentikan bantuan kami, dukungan kami, dan ini tidak akan menguntungkan rakyat Niger,” kata Blinken.

Niger telah menjadi mitra penting bagi AS dan negara-negara Eropa lainnya. Wilayah ini dipandang sebagai salah satu negara demokrasi terakhir di wilayah Sahel yang luas, selatan Gurun Sahara, yang dapat dijadikan mitra untuk memerangi kekerasan yang meningkat terkait dengan Alqaidah dan ISIS.

Analis dan diplomat mengatakan, jendela intervensi militer telah ditutup dan tanpa dukungan regional untuk penggunaan kekuatan, ECOWAS dan lainnya sedang mencari jalan keluar. ECOWAS diperkirakan akan melakukan pertemuan kembali  di Abuja, ibu kota negara tetangga Nigeria, pada Kamis (10/6/2023).

Peneliti di Policy Center for the New South Rida Lyammouri menilai, keterlibatan diplomatik Washington tidak dimaksudkan untuk merusak upaya ECOWAS. “Tidak seperti ECOWAS, AS belum mengirimkan pesan yang mengintimidasi meskipun secara terbuka menyatakan dukungan untuk badan regional tersebut," ujar Lyammouri.

“Banyak pembicaraan keras dari kawasan dan sekitarnya mungkin lebih mencerminkan bagaimana mereka berharap mereka telah menanggapi kudeta sebelumnya di Mali, Burkina, dan Guinea,” kata mantan pejabat Badan Intelijen Pusat AS Cameron Hudson.

Kudeta telah merajalela di wilayah tersebut dalam beberapa tahun terakhir. Mali dan Burkina Faso yang bertetangga masing-masing memiliki dua momen kudeta sejak 2020 dan ECOWAS memiliki sedikit pengaruh dalam menghentikannya.

Tanggapan keras blok tersebut terhadap Niger dengan memberlakukan sanksi ekonomi dan perjalanan serta kekuatan ancaman merupakan upaya untuk mengubah arah. Namun junta tampaknya tidak mau berdialog, bahkan menutup wilayah udara negara itu dan menuduh kekuatan asing mempersiapkan serangan.

AS dan Prancis sekarang harus membuat pilihan sulit....

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement