REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) akan mengaktifkan pasukan siaga untuk kemungkinan intervensi di Niger. Analis keamanan mengatakan, pengerahan pasukan regional untuk intervensi tersebut bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan lebih lama.
Seorang peneliti di Intelijen SBM di Nigeria, Ikemesit Effiong, mengatakan, ECOWAS telah merencanakan untuk membentuk pasukan siaga dengan ribuan tentara selama bertahun-tahun. Tapi, langkah ini terkendala oleh pendanaan dan komitmen pasukan yang tidak mencukupi.
Setelah serangkaian kudeta sejak 2020 dan meningkatnya aktivitas militan, para pemimpin regional mengatakan, mereka bertekad untuk menciptakan pasukan siaga. Presiden Komisi ECOWAS, Omar Alieu Touray pada Juli mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa mereka sedang mempertimbangkan dua opsi.
Opsi pertama membentuk brigade 5.000 tentara dengan biaya tahunan 2,3 miliar dolar AS. Opsi kedua, pengerahan pasukan sesuai permintaan dengan biaya tahunan 360 juta dolar AS.
Pernyataan ECOWAS pada Kamis (10/8/2023) tidak menjelaskan bagaimana pendanaan pasukan siaga tersebut dan negara mana yang akan berpartisipasi. Termasuk berapa banyak pasukan dan perangkat keras apa yang dapat mereka sumbangkan.
"Mungkin masih banyak yang belum disepakati, seperti garis waktu dan garis merah dan apa yang harus dilakukan dalam situasi darurat jika keadaan terus memburuk," kata Direktur Konsultan Penasihat Stabilisasi Strategis, Aneliese Bernard.
ECOWAS berusaha untuk memproyeksikan citra resolusi dan persatuan. Tetapi blok itu terbelah. Mali dan Burkina Faso yang juga diperintah oleh pemerintah militer bertekad untuk membela junta Niger.
"Masih banyak hal yang tidak diketahui, tapi ini (pernyataan ECOWAS) adalah langkah signifikan selanjutnya dan tentunya peningkatan ketegangan, setidaknya antara blok regional dan blok junta yang tampaknya sedang terbentuk saat ini, antara Mali, Burkina Faso dan Niger khususnya," kata Bernard.
Negara-negara Barat khawatir Niger dapat mengikuti jejak Mali dan mencari bantuan dari kelompok tentara bayaran Rusia, Grup Wagner yang telah ditetapkan Amerika Serikat (AS) sebagai organisasi kriminal transnasional. Kepala Wagner, Yevgeny Prigozhin mengatakan, pasukannya siap untuk memulihkan ketertiban.
Meskipun menjadi salah satu negara termiskin di dunia, Niger adalah produsen uranium terbesar ketujuh di dunia. Uranium adalah bahan penting untuk tenaga nuklir. Niger merupakan sekutu yang semakin berharga bagi Barat setelah Mali dan negara lainnya berbalik melawan bekas kekuatan kolonial Prancis demi hubungan yang lebih dekat dengan Rusia.
Pasukan AS, Prancis, Jerman, dan Italia ditempatkan di Niger sebagai bagian dari perjuangan internasional melawan pemberontakan ekstremis yang telah berlangsung lama, yang menyebar ke seluruh Sahel.
Mengikuti pola yang terlihat setelah kudeta di Mali dan Burkina Faso antara tahun 2020 dan 2022, junta di Niamey telah terlibat dalam retorika anti-Prancis. Mereka berusaha menyalahkan Prancis atas masalah Niger dan menuduhnya melakukan berbagai pelanggaran kedaulatan.