Jumat 11 Aug 2023 15:15 WIB

Turki Serukan Pencegahan Tindakan Keji yang Targetkan Islam

Dunia dihebohkan dengan aksi tokoh atau kelompok Islamofobia yang membakar Alquran.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Seorang wanita Turki berdiri di samping bendera Turki dalam antrean di kedutaan Turki untuk memberikan suara dalam pemilihan umum Turki, di Berlin, Jerman, Kamis (27/4/2023).
Foto: EPA-EFE/FILIP SINGER
Seorang wanita Turki berdiri di samping bendera Turki dalam antrean di kedutaan Turki untuk memberikan suara dalam pemilihan umum Turki, di Berlin, Jerman, Kamis (27/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki menyerukan pencegahan tindakan yang menargetkan Islam dengan kedok kebebasan berekspresi. Seruan tersebut disampaikan oleh Dewan Keamanan Nasional, Rabu (9/8/2023).

Negara-negara yang tidak memenuhi tanggung jawabnya dalam mencegah tindakan keji, yang digambarkan sebagai kejahatan rasial oleh PBB dan menyinggung hampir dua miliar Muslim diminta untuk mengubah sikap mereka sesegera mungkin. Dewan juga mengajak mereka untuk berjuang bersama melawan serangan terhadap nilai-nilai sakral.

Baca Juga

Dalam beberapa waktu terakhir, dunia dihebohkan dengan aksi tokoh atau kelompok Islamofobia yang berulang kali melakukan pembakaran Alquran. Tidak hanya itu, upaya penodaan serupa yang terjadi di Eropa Utara ini telah memicu kemarahan dari negara-negara Muslim dan dunia.

Pernyataan ini dikeluarkan Direktorat Komunikasi Turki dan muncul setelah Dewan Keamanan Nasional bertemu di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan, di kompleks kepresidenan.

Dilansir di Middle East Monitor, Jumat (11/8/2023), dewan tersebut juga membahas secara rinci jalannya perang Rusia-Ukraina dan kemungkinan dampaknya di wilayah tersebut.

"Semua pihak diminta untuk duduk di meja perundingan dan mengakhiri perang tanpa penundaan. Ditekankan kembali perjanjian biji-bijian (Laut Hitam) akan mencegah kemungkinan efek negatif, di negara-negara yang membutuhkan dan berkontribusi pada stabilitas pangan," kata mereka dalam pernyataan itu.

Pada 17 Juli Rusia menangguhkan keikutsertaannya dalam sebuah kesepakatan, yang ditandatangani pada Juli 2022 bersama dengan Turki, PBB, dan Ukraina. Perjanjian ini berisi kepentingan untuk melanjutkan ekspor biji-bijian dari pelabuhan Laut Hitam Ukraina, yang dihentikan sementara setelah perang Rusia-Ukraina dimulai pada Februari tahun lalu.

Moskow mengeluh bagian Rusia dari perjanjian itu tidak dilaksanakan. Di sisi lain, Turki dipuji secara internasional karena peran mediatornya yang unik antara Ukraina dan Rusia telah berulang kali meminta Kyiv dan Moskow mengakhiri perang melalui negosiasi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement