Selasa 15 Aug 2023 19:56 WIB

BMKG: Hujan Buatan di Jabodetabek Bisa Dilakukan, Tapi akan Kurang Optimal

BMKG sebut pertumbuhan awan masih kurang optimal hingga 20 Agustus mendatang

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah petugas memasukan garam kedalam pesawat Cassa A-2104 untuk persemaian garam dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Skadron Udara 2, Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Sejumlah petugas memasukan garam kedalam pesawat Cassa A-2104 untuk persemaian garam dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Skadron Udara 2, Halim Perdanakusuma, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melakukan analisis data terkait situasi dinamika cuaca dan iklim untuk wilayah DKI Jakarta. Dari hasil analisis yang dilakukan itu, peluang pertumbuhan awan kurang potensial hingga tanggal 20 Agustus 2023 untuk dapat dilakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) di wilayah Jabodetabek.

“Dengan pertimbangan hasil analisis di atas maka peluang pertumbuhan awan kurang potensial hingga tanggal 20 Agustus 2023 untuk dapat dilakukan operasi TMC di wilayah Jabodetabek,” ujar Plt Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, kepada Republika, Selasa (15/8/2023).

Data yang dianalisis merupakan data termutakhir, yakni pada 15 Agustus 2023. Dari data tersebut didapatkan, puncak musim kemarau di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya diprediksikan terjadi sepanjang bulan Agustus 2023. Lalu, prakiraan curah hujan dasarian I-III Agustus 2023 wilayah Jabodetabek didominasi kriteria rendah.

Kemudian, secara umum hingga 20 September 2023 tidak teridentifikasi potensi dinamika atmosfer yang dapat berdampak pada peningkatan curah hujan signifikan, khusus di wilayah Jabodetabek. Berikutnya, potensi pertumbuhan awan hujan di sebagian wilayah Jabodetabek, seperti Bogor, Depok, Tangerang Selatan, Tangerang, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan pada periode 19-20 Agustus 2023 berada pada kategori sedang atau 50-70 persen.