Kamis 17 Aug 2023 14:21 WIB

HUT Ke-78 RI, Haedar Nashir Ajak Semua Pihak Hayati Makna Kemerdekaan

Haedar Nashir menjelaskan sering kali kemerdekaan melupakan hal bermakna.

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Erdy Nasrul
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir saat wawancara di Pascasarjana UMY, Yogyakarta, Selasa  (15/8/2023).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir saat wawancara di Pascasarjana UMY, Yogyakarta, Selasa (15/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengajak seluruh komponen bangsa dan negara untuk menghayati kembali nilai luhur bangsa di momen peringatan HUT RI ke-78, Kamis (17/8/2023).

Menurut Haedar, seringkali perayaan Indonesia merdeka melupakan hal-hal yang bermakna. Pasalnya, perayaan HUT RI saat ini lebih banyak yang hanya mengedepankan euforia, bahkan hanya formalitas semata.

Baca Juga

"Kenapa perlu menghayati secara mendalam, karena boleh jadi bahwa kegembiraan, formalitas dan perayaan itu sering melupakan hal-hal bermakna kita merayakan Indonesia merdeka. Dikala pesta itu kita sering lupa pada hal yang bermakna, mari kita hayati kembali nilai luhur bangsa," kata Haedar kepada Republika belum lama ini.

Haedar juga mengajak agar seluruh komponen bangsa untuk menghayati secara mendalam tentang jiwa pemikiran dan cita-cita nasional yang diletakkan para pendiri negara. Termasuk menghayati proses perjuangan untuk merdeka yang diteladankan pada pejuang Indonesia.

"Ditengah proses perayaan yang biasa merakyat, gegap gempita, warna kulturalnya terasa, lalu kegembiraannya juga meluas, kami Muhammadiyah mengajak pada seluruh elit dan warga bangsa agar menghayati secara mendalam tentang jiwa pemikiran dan cita-cita nasional, dan proses perjuangan untuk merdeka yang telah diteladankan para muzahid dan pejuang Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk keseluruhan bumi pertiwi Indonesia," ungkapnya.

Haedar juga menekankan bahwa Pancasila harus menjadi komitmen bersama dalam proses berbangsa dan bernegara ketika merayakan kemerdekaan Indonesia. Selain nilai Pancasila yang menjadi kepribadian bangsa dan dasar negara, rakyat Indonesia hidup dengan dasar agama.

Agama, katanya, hidup menyatu dengan sejarah dan denyut nadi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, ditekankan bahwa jangan sampai karena pandangan-pandangan yang sekularistik atau karena ada peristiwa-peristiwa khusus dari orang beragama yang kurang pada tempatnya, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang alergi, anti bahkan mungkin menempatkan agama menjadi tersangka dalam kehidupan.

"Padahal kalau kasus per kasus, bukan hanya atas nama agama, atas nama yang lain juga banyak terjadi. Maka Jangan sampai bangsa Indonesia jadi bangsa yang lalai, lupa, dan punya stigma negatif tentang agama," ucap Haedar.

Untuk itu, dengan 78 tahun kemerdekaan Indonesia, Haedar mengajak seluruh komponen bangsa untuk membangkitkan kembali nilai-nilai luhur yang berdasarkan Pancasila dan agama. Terlebih, Indonesia sendiri memiliki kebudayaan yang beragam.

"Tentang kebudayaan luhur bangsa kita bahwa setiap daerah, setiap suku, bahkan sub etnis itu punya budaya yang membentuk kebudayaan nasional. Di tengah globalisasi, era media sosial, revolusi Iptek dan IT, kita tidak boleh jadi bangsa yang lepas dari culture kita, kepribadian kita, sampai kemudian kita disebut sebagai bangsa yang eligibility-nya rendah, tingkat kesopanannya rendah. Maka saatnya bangkitkan nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa sebagai basic dan karakter kepribadian bangsa Indonesia," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement