REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Halal dan Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, menyarankan, sebaiknya sertifikasi produk halal dengan jalur Self-Declare untuk sementara dihentikan. Ini demi menjaga psikologis konsumen khususnya umat Islam.
"Jangan sampai dampaknya lebih luas lagi, masyarakat tidak lagi percaya (public distrust) dengan sertifikat halal, karena masyarakat tidak lagi merasa mendapatkan jaminan dan perlindungan atas kehalalan suatu produk sekalipun telah bersertifikat halal," kata Ikhsan kepada Republika.co.id, Kamis (24/8/2023).
Ikhsan mengatakan, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tidak boleh hanya menyalahkan pelaku usaha dan pendamping proses halal Self-Declare dalam kasus Nabidz. Karena sejak awal pelaku usaha sudah sangat bagus berkeinginan untuk melakukan sertifikasi halal atas produk temuanya itu yakni jus anggur dengan fermentasi.
Seharusnya proses sertifikasi halal produk Nabidz dan sejenisnya tidak dilakukan dengan Self-Declare, tapi melalui jalur reguler. Pendamping seharusnya pasti lebih paham, karena mereka sudah dilatih dan telah mendapatkan registrasi dan sertifikasi sebagai pendamping.
"Yang terjadi ternyata prosesnya melalui Self-Declare halal dan tidak dilakukan pemeriksaan atas produk dan proses produksinya, terlebih tidak dilakukan pengujian ke laboratorium, mengingat produknya anggur," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM ini.
Ikhsan menegaskan, ini sangat fatal akibatnya karena mencederai sertifikat halal produk yang selama 30 tahun tidak pernah terjadi. Selama ini masyarakat konsumen merasa nyaman jika mengkonsumsi produk yang telah bersertifikat halal.
Dia mengatakan, maka BPJPH harus menghentikan dahulu proses layanan sertifikasi halal dengan jalur Self-Declare sampai dilakukan pembenahan regulasinya, standarnya dan kompetensi pendampingnya. Serta proses pemberian fatwanya harus benar-benar dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI yang selama ini telah teruji dan berpengalaman baik.
Menurutnya, sebaiknya tidak dilakukan proses pemberian fatwa halal terhadap produk oleh sebuah komite yang tidak pernah memiliki pengalaman sebelumnya. "Sehingga terjadi trial and error yang dapat menimbulkan publik distrust," ujar Ikhsan.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan hasil investigasi tim pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), ditemukan adanya pelanggaran dalam proses sertifikasi halal produk jus buah bermerek dagang Nabidz. Maka, Kementerian Agama (Kemenag) mencabut sertifikat halal produk tersebut.