REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir-akhir ini istilah generasi stroberi kerap disematkan pada usia anak-anak yang dianggap kurang mampu menerima tantangan dalam kehidupan. Generasi stroberi merujuk pada istilah untuk anak maupun remaja yang kesulitan bekerja keras.
Menurut Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) generasi stroberi lahir dari orang tua yang menerapkan helicopter parenting. Menurut dia, ada fenomena di mana orang tua sangat abai terhadap anak mereka.
“Tapi, sebaliknya, ada yang terlalu ikut campur, bahkan terlalu melindungi. Bahkan, di sekolah, orang tua itu ikut semua acara anak, ortu ikut campur ini-itu. Memang, kita harus seimbang antara berupaya membantu, tapi juga membiarkan mereka menyelesaikan masalah dan belajar membuat keputusan sendiri," kata dr Piprim dalam pertemuan Zoom, Senin (28/8/2023).
Dr Piprim mengatakan, anak-anak perlu mampu menghadapi risiko ketika ada tantangan. Bagaimana mental mereka kuat orang tua ikut campur dengan semuanya?
“Ini rada ngeri karena ingin anaknya berprestasi. Ini ortu yang memprioritaskan prestasi lebih dari pertumbuhan kepribadian anak. Saya kira ini bahaya ketika anak dituntut selalu juara satu, overprotektif padahal anak itu butuh prosesnya," ujarnya.
Menurut dr Piprim, memahami proses adalah jauh lebih penting daripada menjadi juaranya. Jadi harus seimbang antara bimbingan dan otonomi.
“Kalau dulu anak nakal, anak itu dimarahi orang tua. Sekarang anak nakal, dimarahin guru, gurunya dipukul ortu, nah itu anaknya cemen,” kata dia.
Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak anak ke masa dewasa yang telah meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Penting agar orang tua memahami pertumbuhan dan mengoptimalkan perkembangan remaja agar mereka sehat fisik maupun mental.