Rabu 30 Aug 2023 05:05 WIB

Prancis Khawatir Simbol Agama Dapat Memicu Radikalisme

Prancis melarang penggunaan abaya di sekolah karena dianggap sebagai simbol agama.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Muslimah Prancis di tengah kerumunan
Foto: theislamicmonthly
Muslimah Prancis di tengah kerumunan

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pihak berwenang Prancis semakin berupaya membela sekularisme. Pihak berwenang khawatir simbol-simbol agama sebagai pintu gerbang menuju radikalisme Islam, yang telah meletus dalam kekerasan di Perancis pada masa lalu.  

Sekularisme adalah sebuah prinsip konstitusional yang dimaksudkan untuk menjamin netralitas agama di negara multikultural. Prinsip sekularisme ini membuat sebagian umat Islam merasa distigmatisasi dengan upaya untuk membuat mereka menyesuaikan diri. Islam adalah agama terbesar kedua di Perancis.

Baca Juga

Undang-undang tahun 2021 bertujuan untuk lebih memperkuat sekularisme di Prancis. Pihak berwenang Prancis meningkatkan pengawasan terhadap masjid, sekolah, dan klub olahraga untuk membasmi tanda-tanda radikalisme Islam.

Pada Senin (28/8/2023) Menteri Pendidikan Prancis, Gabriel Attal melarang pemakaian abaya di sekolah. Larangan ini menuai kritik dan kecaman dari Dewan Kepercayaan Muslim Prancis.

“Bagi saya, abaya bukanlah pakaian keagamaan. Ini semacam fashion,” kata pemimpin Dewan Kepercayaan Muslim Perancis, Abdallah Zekri kepada stasiun berita BFMTV.  

"Abaya adalah jubah yang panjang dan lebar.  Itu tidak ada hubungannya (dengan agama)," ujar Zekri. 

Menurut catatan rahasia pemerintah yang diperoleh surat kabar Le Monde, antara tahun ajaran 2021-2022 dan 2022-2023, tanda-tanda pelanggaran terhadap sekularisme meningkat 120 persen yaitu dari 2.167 menjadi 4.710. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh penggunaan abaya dan khamis. Perancis memiliki 12 juta murid sekolah secara nasional.

“Sekolah negeri harus, bagaimanapun caranya, mungkin lebih dari institusi lain mana pun, harus dilindungi dari proselitisme agama, dari embrio komunitarianisme apa pun,” kata Attal.

Untuk menegakkan larangan abaya dan khamis di ruang kelas, Attal mengatakan bahwa 14.000 personel pendidikan dalam posisi kepemimpinan akan dilatih pada akhir tahun ini. Kemudian 300.000 personel akan dilatih pada 2025. 

Undang-undang tahun 2004 yang melarang simbol-simbol agama di ruang kelas disahkan setelah debat sengit di parlemen. Politisi sayap kanan Eric Zemmour mendukung larangan pemakaian abaya di sekolah.

 “Larangan abaya adalah langkah awal yang baik," ujar Zemmor.

 Seorang anggota parlemen dari partai sayap kiri France Unbowed, Clementine Autain menyebut larangan abaya di sekolah adalah anti-konstitusional. Para kritikus mengatakan, abaya, yang dikenakan oleh perempuan, dan khamis yang dikenakan laki-laki adalah fashion. Kritikus mengatakan, pakaian tersebut bukan merupakan tanda agama yang mencolok dan tidak boleh dilarang di ruang kelas berdasarkan undang-undang tahun 2004.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement