REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy membandingkan pelaksanaan kampanye di sekolah akan lebih rumit dibandingkan di kampus. Hal ini disampaikan Muhadjir menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan lembaga pendidikan dijadikan sebagai tempat untuk berkampanye.
Muhadjir menilai, kampus sebagai lembaga akademik dapat membuka ruang diskusi yang sehat dan terbuka dalam kaitanya dengan berbagai program dan gagasan dari masing-masing calon untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Saya kira 100 persen dari mereka (mahasiswa) sudah memiliki hak pilih. Selama kampus dapat menjaga kondusivitasnya, saya kira itu memungkinkan,” ujar Muhadjir dalam siaran persnya dikutip pada Selasa (29/8/2023).
Namun, berbeda dengan kampus, Muhadjir menegaskan penyelenggaraan kampanye di sekolah akan menimbulkan permasalahan yang lebih rumit. Hal ini karena kesiapan para siswa dan sekolah dalam penyelenggaraan kampanye.
Selain itu, pengelolaan sekolah yang menjadi wewenang konkuren dari pemerintah daerah pun turut menjadi salah satu alasannya.
“Ini akan rumit, kita tahu masing-masing kepala daerah memiliki corak warna bendera masing-masing, bisa dibayangkan akan serumit apa nanti pengaturan beserta pencegahan yang harus dilakukan. Belum lagi sekolah Madrasah dan Aliyah yang menjadi wewenang Kementerian Agama,” ujar Muhadjir.
Muhadjir mengingatkan, para siswa di level sekolah telah mengalami ‘learning loss’ selama masa pandemi Covid-19 berlangsung. Berdasarkan data Kemendikbudristek, dalam kurun waktu dua tahun saat pandemi, para siswa telah mengalami kehilangan momentum dalam belajar serta tidak mendapatkan pembelajaran yang utuh dari sekolah.
Untuk itu, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menilai pemulihan sekolah dalam mengejar ketertinggalan selama dua tahun masa pandemi lebih penting dibandingkan untuk kampanye politik. Langkah ini perlu dilakukan demi memperbaiki kualitas pendidikan dan pembelajaran sekolah yang lebih baik.
“Ini ongkos yang mahal jika kita kemudian harus menjadikan sekolah sebagai ajang kampanye politik. Biarlah guru-guru bekerja memulihkan keadaan untuk mengantar siswa-siswanya belajar sesuai dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri," ujarnya.
Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 merevisi materi Pasal 280 ayat (1) huruf h UU tentang Pemilu yang memperbolehkan lembaga pendidikan dijadikan sebagai salah satu tempat untuk berkampanye. Hal itu kemudian membuat tenaga pendidik resah yang salah satunya disuarakan oleh Forum Serikat Guru Indonesia pada beberapa waktu yang lalu.