REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Selasa (29/8/2023) memerintahkan para menterinya untuk mendapatkan persetujuan dari kantornya sebelum mempublikasikan pertemuan diplomatik rahasia. Langkah ini dilakukan dua hari setelah pertemuan kontroversial pertama antara Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, dan Menteri Luar Negeri Libya, Najla Al-Mangoush yang diadakan di Roma pekan lalu menjadi berita besar yang menghebohkan.
Pertemuan tersebut memicu badai kemarahan dan protes di Libya. Perdana Menteri Libya, Abdul Hamid Dbeibeh, memecat Mangoush karena melakukan pertemuan rahasia dengan Israel. Menurut lembaga penyiaran publik Israel, KAN, arahan baru Netanyahu mengharuskan para menteri kabinetnya mendapatkan lampu hijau dari kantornya sebelum mempublikasikan pertemuan diplomatik rahasia apa pun.
KAN tidak merinci apakah Netanyahu mengetahui tentang pertemuan rahasia antara menteri luar negeri Israel dan Libya. Pada Ahad (27/8/2023) Cohen mengatakan, pertemuan dengan mitranya dari Libya untuk menjajaki kemungkinan kerja sama dan hubungan antarnegara, serta pelestarian warisan Yahudi Libya.
Namun Kementerian Luar Negeri Libya mengatakan, pertemuan itu bersifat informal dan digelar secara mendadak. Kementerian Luar Negeri mengatakan, pertemuan itu tidak melibatkan diskusi, kesepakatan atau konsultasi apa pun. Surat kabar Yedioth Ahronoth mengutip pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan, pertemuan itu dikoordinasikan pada tingkat tertinggi antara kedua negara dan berlangsung dengan sepengetahuan Netanyahu.
Libya tidak mengakui dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Hukum Libya melarang untuk menjalin hubungan dengan Israel.
Enam negara Arab telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Dimulai dengan Mesir pada 1979, dan Yordania pada1994. Kemudian negara Arab yang baru membuka hubungan diplomatik dengan Israel adalah Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko pada 2020.