REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia mengutarakan keprihatinan atas kudeta militer yang berlangsung di Gabon. Moskow memantau dengan cermat setiap perkembangan yang berlangsung di negara Afrika Tengah tersebut.
“Saya tidak akan membuat kesimpulan umum apa pun (mengenai situasi di berbagai negara Afrika), tapi perkembangan di Gabon merupakan hal yang sangat memprihatinkan dan kami memantau dengan cermat kejadian yang terjadi di sana,” ujar Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, Rabu (30/8/2023), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Sementara itu, Juru Bicara Kemeneterian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova berharap agar situasi di Gabon segera stabil kembali. “Moskow prihatin dengan laporan peningkatan tajam situasi domestik di negara Afrika yang bersahabat dengan kami ini. Kami terus memantau situasi, kami berharap situasi akan segera stabil,” katanya.
Berbeda dengan Rusia, Inggris dan Amerika Serikat (AS) telah mengecam kudeta militer di Gabon. “Inggris mengutuk pengambilalihan kekuasaan oleh militer yang tidak konstitusional di Gabon dan menyerukan pemulihan pemerintahan konstitusional. Kami mengakui kekhawatiran yang muncul mengenai proses pemilu baru-baru ini, termasuk pembatasan kebebasan media,” kata Kementerian Luar Negeri Inggris dalam sebuah pernyataan, Rabu lalu.
Seruan senada seperti Inggris juga dilayangkan AS. “AS sangat prihatin dengan perkembangan yang terjadi di Gabon. Kami tetap menentang keras perampasan kekuasaan militer atau pengalihan kekuasaan yang tidak konstitusional,” ujar Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller.
Dia menyoroti tindakan militer Gabon yang dikabarkan menahan Presiden Ali Bongo Ondimba dan keluarganya. “Kami mendesak mereka yang bertanggung jawab untuk membebaskan dan menjamin keselamatan anggota pemerintah dan keluarga mereka serta mempertahankan pemerintahan sipil,” kata Miller.
Pada Rabu lalu, sekelompok perwira tinggi militer Gabon mengumumkan dalam siaran langsung di televisi nasional bahwa mereka telah mengambil alih kekuasaan di negara tersebut. Mereka pun menyatakan membatalkan hasil pemilihan presiden dan parlemen pada tanggal 26 Agustus 2023.
Dalam pemilihan presiden, Ali Bongo Ondimba memenangkan masa jabatan ketiganya. Dia memperoleh suara 64,27 persen. Namun, tersiar dugaan bahwa terjadi kecurangan dalam pemilu tersebut. AS pun menyuarakan keprihatinan atas kurangnya transparansi dan laporan penyimpangan seputar pemilu. Sementara Inggris menyoroti tentang pengekangan terhadap pers selama berlangsungnya pemilu.
Keluarga Ondimba diketahui telah memerintah Gabon selama 55 tahun. Ondimba mulai menjabat sebagai presiden sejak 2009. Dia melanjutkan kepemimpinan ayahnya yang meninggal setelah memerintah di Gabon selama 41 tahun.